muslimx.id – Di tengah gemuruh konflik yang mendera dunia Islam, dari krisis kemanusiaan di Palestina, konflik di Sudan, hingga ketegangan diplomatik antarnegara Muslim terpancar harapan baru dari arah timur. Indonesia, negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, kembali disorot dalam ajang Konferensi Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) sebagai simbol persatuan dan potensi pemersatu umat.
Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah, dalam keterangannya menyampaikan harapan agar Indonesia mampu mengambil peran strategis dalam mendorong anggota OKI untuk bersatu. Sebuah seruan yang tidak hanya lahir dari kepentingan sosial, tetapi lebih dalam lagi, dari panggilan moral dan ruh keislaman yang menekankan ukhuwah (persaudaraan) sebagai fondasi utama umat.
Islam adalah agama yang menempatkan persatuan umat sebagai pondasi kekuatan. Rasulullah SAW bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan sakitnya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menjadi pengingat bahwa setiap luka yang menimpa saudara Muslim di belahan bumi mana pun, sejatinya juga merupakan duka bagi kita semua. Maka, keterlibatan Indonesia dalam OKI bukanlah sebatas diplomasi formal. Ia adalah bentuk pengamalan dari perintah Rasul, untuk menjaga tubuh umat ini tetap utuh, hidup, dan saling menguatkan.
Keistimewaan Indonesia bukan hanya pada jumlah umat Islamnya yang besar, tetapi juga pada posisinya sebagai negara yang relatif damai dan demokratis di tengah keragaman. Modal sosial ini menjadikan Indonesia bukan hanya sebagai peserta dalam OKI, tetapi sebagai inspirasi. Ketika negara-negara Islam lainnya dilanda konflik internal dan eksternal, Indonesia mampu menunjukkan bagaimana Islam dan demokrasi dapat bersanding dalam harmoni.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini mempertegas pentingnya peran sebagai pendamai, pemersatu, dan penyejuk di antara umat yang sedang berselisih.
Kepemimpinan Indonesia di OKI harus mencerminkan prinsip-prinsip luhur dalam diplomasi Islam: keadilan, musyawarah, dan perdamaian. Peran ini tentu tidak ringan, sebab keadaan global tengah menggeser banyak tatanan lama. Namun, justru di tengah perubahan inilah Indonesia dituntut untuk tampil, menawarkan gagasan dan keteladanan.
Menjadi bagian dari OKI bukan sekadar formalitas, tetapi merupakan mandat moral dan keagamaan untuk memperjuangkan keadilan dan kemerdekaan umat yang tertindas, serta mengupayakan rekonsiliasi di antara negara-negara Muslim yang berselisih.
Indonesia hari ini memiliki tanggung jawab besar di panggung dunia Islam. Persatuan umat bukan sekadar slogan, ia adalah misi yang harus dijalankan dengan visi, akhlak, dan kepemimpinan yang matang. Jika Indonesia mampu mengambil peran ini dengan niat ikhlas dan strategi yang cerdas, maka bukan tidak mungkin, dunia akan melihat lahirnya kembali peradaban Islam yang berwibawa dari timur, dari Indonesia.
Sebagaimana sabda Nabi:
“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak menzaliminya dan tidak menyerahkannya (kepada musuh).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Persatuan bukan utopia. Ia hanya butuh satu langkah awal: keikhlasan untuk menjadikan kekuatan umat sebagai kekuatan bersama.