Ramai Soal Grup Fantasi Sedarah di Facebook

muslimX
By muslimX
3 Min Read

muslimx.id – Munculnya grup fantasi sedarah di media sosial seperti Facebook seharusnya menjadi alarm serius bagi pemerintah, terutama dalam konteks perlindungan terhadap moral dan etika publik. Dalam masyarakat yang religius dan menjunjung tinggi nilai kekeluargaan seperti Indonesia, konten menyimpang seperti ini bukan hanya merusak individu yang terlibat, tetapi juga menggerus tatanan sosial.

Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) perlu melakukan langkah-langkah berikut:

  1. Pemantauan dan penindakan proaktif terhadap grup atau komunitas digital yang menyebarkan konten menyimpang, termasuk meski hanya berbentuk fiksi.
  2. Kerja sama dengan platform global seperti Meta/Facebook untuk menutup grup semacam itu, sekaligus meningkatkan pengawasan terhadap algoritma yang memperkuat penyebaran konten tidak senonoh.
  3. Edukasi literasi digital dan moral bagi pengguna media sosial, agar mereka mampu membedakan kebebasan berekspresi dengan batasan etika dan hukum.
  4. Menyiapkan regulasi khusus terhadap “konten fiksi menyimpang” agar tidak ada celah hukum yang dimanfaatkan dengan dalih “bebas berkarya”.

Dalam Islam, negara memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kemaslahatan umat, termasuk dari sisi akhlak dan moral publik. Nabi Muhammad SAW menyampaikan dalam sabdanya:

“Imam (pemimpin) adalah pelindung, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Negara bukan hanya pengatur administrasi dan ekonomi, tapi juga penjaga akhlak masyarakat. Jika sebuah sistem pemerintahan membiarkan kemungkaran berkembang, maka ia telah lalai dalam tugasnya.

Dalam maqashid syariah, salah satu tujuan hukum Islam adalah hifz al-‘ird (menjaga kehormatan). Membiarkan narasi incest atau fantasi sedarah tersebar bebas—walau dalam bentuk fiksi, adalah bentuk abai terhadap penjagaan ini.

Kementerian Agama sebagai institusi yang menjaga nilai-nilai keislaman dan etika keagamaan, seharusnya:

  • Mengeluarkan fatwa atau edaran resmi mengenai larangan konsumsi dan penyebaran konten fiksi seksual menyimpang.
  • Berkolaborasi dengan Kominfo dan tokoh agama untuk menyusun narasi kontra yang edukatif dan berbasis dakwah.

Kominfo, di sisi lain, harus bertindak tegas dan cepat, karena kecepatan penyebaran konten digital jauh melampaui proses birokrasi konvensional.

Kita tidak bisa menormalisasi penyimpangan dengan dalih fiksi atau kebebasan berekspresi. Di era digital, yang terlihat “tidak nyata” pun bisa menimbulkan efek psikologis dan sosial yang nyata. Pemerintah tidak boleh menunggu keresahan masyarakat semakin meluas untuk bertindak.

“Sesungguhnya runtuhnya sebuah negeri karena hilangnya moral masyarakatnya lebih berbahaya daripada runtuhnya karena perang.”(Ulama Salaf)

Menutup grup menyimpang dan memperkuat literasi moral bukan berarti anti kebebasan. Justru itulah bentuk perlindungan hakikat kebebasan yang bertanggung jawab, sesuai dengan karakter bangsa Indonesia: religius, beradab, dan menjunjung tinggi martabat keluarga.

Share This Article