muslimx.id – Musim haji tahun 2025 kembali menjadi momen penuh haru dan harapan bagi umat Islam Indonesia. Sebanyak 221.000 jemaah secara bertahap diberangkatkan ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji, salah satu dari lima rukun Islam yang menjadi puncak pengabdian spiritual seorang Muslim. Bagi mereka yang telah mampu secara fisik, finansial, dan spiritual, haji adalah panggilan suci yang telah lama dinantikan.
Namun di tengah semangat keberangkatan jemaah, umat Muslim di tanah air kembali disuguhi pertanyaan yang kerap muncul setiap musim haji tiba: Apakah ibadah haji tahun ini tergolong sebagai Haji Akbar? Apa pula makna dan keistimewaan dari istilah Haji Akbar, dan bagaimana perbedaannya dengan Haji Ashgar?
Dalam khazanah fikih Islam, Haji Akbar memiliki makna yang cukup dalam. Mayoritas ulama menyepakati bahwa Haji Akbar terjadi apabila hari wukuf di Arafah, yang merupakan rukun utama dalam ibadah haji bertepatan dengan hari Jumat, hari yang juga dimuliakan dalam Islam sebagai “sayyidul ayyam” (penghulu segala hari). Dalam kondisi seperti ini, dua keutamaan berkumpul menjadi satu: keutamaan wukuf dan keutamaan hari Jumat.
Istilah ini merujuk pada firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan (ini adalah) suatu pengumuman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar…” (QS. At-Taubah: 3)
Sebagian ulama menafsirkan bahwa ayat ini menunjukkan keutamaan hari tertentu dalam pelaksanaan haji, sementara sebagian lain memahaminya sebagai hari penyempurnaan seluruh ibadah haji, yaitu hari Nahr (10 Dzulhijjah) atau hari pelaksanaan wukuf.
Meski demikian, perbedaan pendapat tentang apa yang dimaksud dengan Haji Akbar tidak memengaruhi sah atau tidaknya ibadah haji seseorang. Yang utama adalah pelaksanaan semua rukun dan wajib haji secara sempurna serta niat tulus mengharap ridha Allah SWT. Maka, meski ibadah haji tahun ini tidak bertepatan dengan hari Jumat, tidak serta-merta menjadikannya kurang istimewa bagi yang melaksanakannya.
Di sisi lain, istilah Haji Ashgar atau “haji kecil” secara umum digunakan untuk merujuk pada umrah, yaitu ibadah ziarah ke Tanah Suci yang bisa dilakukan kapan saja di luar musim haji. Meski bernilai besar, umrah tetap berbeda dengan haji dari sisi rukun, waktu, dan ketentuannya.
Makna di Balik Haji Akbar: Lebih dari Sekadar Tanggal
Dalam sudut pandang Islam, Haji Akbar tidak hanya soal waktu yang bertepatan, tetapi juga mencerminkan kesungguhan dan keikhlasan ibadah yang dilakukan oleh seorang Muslim. Rasulullah SAW bersabda:
“Haji mabrur tidak ada balasan lain baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa nilai tertinggi dari ibadah haji terletak pada kemabrurannya, yakni haji yang diterima oleh Allah karena dilaksanakan dengan benar, bersih dari niat duniawi, dan berdampak pada perubahan perilaku yang lebih baik.
Bagi jemaah Indonesia yang tengah bersiap melaksanakan seluruh rangkaian manasik, baik di Madinah maupun Makkah, penting untuk memahami bahwa semangat spiritual, kesabaran dalam menjalankan ibadah, serta menjauhi perbuatan tercela selama haji adalah inti utama dari nilai ibadah itu sendiri. Haji Akbar hanyalah istilah yang menyempurnakan semangat, namun bukan penentu kualitas ibadah seseorang.
Ibadah haji, baik disebut Haji Akbar ataupun tidak, tetaplah perjalanan suci menuju ampunan dan keridhaan Allah SWT. Di balik label dan istilah, yang lebih penting adalah niat dan pelaksanaan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Maka, kepada para jemaah yang tengah bersiap atau sudah berada di Tanah Suci, semoga diberikan kelancaran, kesehatan, dan kekhusyukan dalam menunaikan ibadahnya.
Karena hakikat haji bukan pada gelar, tetapi pada perubahan hati. Dan itu, hanya Allah yang bisa menilainya.