Mengapa Warisan Laki-laki Lebih Besar Daripada Perempuan? Ini Penjelasan Islam yang Rasional

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Perdebatan mengenai perbedaan pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan dalam hukum Islam kembali menjadi sorotan publik. Banyak yang mempertanyakan mengapa dalam pembagian warisan menurut syariat Islam, bagian laki-laki umumnya dua kali lebih besar daripada perempuan. Sebagian menganggap hal ini sebagai bentuk ketidakadilan gender. Namun, jika ditelusuri secara mendalam, aturan ini memiliki dasar hukum dan rasionalitas sosial yang kuat dalam ajaran Islam.

Aturan Pembagian Warisan dalam Islam

Pembagian warisan dalam Islam diatur secara rinci dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 11:

“Allah mensyari‘atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan…” (QS. An-Nisa: 11)

Ayat ini menjadi dasar utama yang dijadikan acuan dalam fikih warisan (faraid). Dalam situasi tertentu, seorang anak laki-laki mendapatkan bagian dua kali lebih banyak dibandingkan anak perempuan.

Namun perlu diketahui, ini bukan berarti Islam menganggap perempuan lebih rendah derajatnya. Justru dalam banyak aspek, Islam sangat menjunjung tinggi kehormatan dan kesejahteraan perempuan.

Rasionalitas di Balik Ketentuan Ini

Alasan rasional di balik perbedaan pembagian ini adalah tanggung jawab finansial dalam keluarga. Dalam Islam, laki-laki memiliki kewajiban menafkahi istri, anak-anak, dan kerabat yang berada di bawah tanggungannya. Bahkan dalam pernikahan, mahar diberikan oleh laki-laki kepada perempuan.

Sedangkan perempuan dalam Islam tidak diwajibkan memberikan nafkah kepada siapapun, bahkan kepada suaminya sekalipun. Harta warisan yang ia terima adalah milik pribadi yang tidak dibebani kewajiban sosial.

Dengan demikian, bagian warisan laki-laki yang lebih besar sejatinya adalah untuk menutupi kewajiban yang lebih besar pula dalam hal finansial.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah SAW bersabda:

“Berikanlah hak kepada masing-masing yang berhak, setelah itu, jika ada sisa, maka itu untuk laki-laki dari pihak yang lebih dekat.” (HR. Abu Dawud, no. 2897)

Hadis ini menunjukkan pentingnya menjaga keadilan dalam pembagian harta dengan tetap memprioritaskan hak-hak yang sudah ditentukan. Islam bukan menganut kesetaraan matematis, tetapi keadilan yang proporsional berdasarkan tanggung jawab sosial masing-masing individu.

Pandangan Ulama dan Hikmah di Balik Hukum Faraid

Banyak ulama menjelaskan bahwa hukum warisan dalam Islam tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan sistem sosial Islam. Menurut Imam Syafi’i, pembagian warisan ini tidak semata-mata berdasarkan jenis kelamin, tetapi juga mempertimbangkan tanggung jawab, kebutuhan, dan struktur sosial dalam keluarga.

Bahkan dalam beberapa kondisi, perempuan bisa mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada laki-laki, tergantung pada posisi dalam silsilah keluarga. Misalnya, ibu bisa mendapatkan bagian yang lebih besar daripada ayah dalam kasus tertentu.

Ketentuan bahwa laki-laki mendapatkan warisan dua kali lebih besar dari perempuan bukanlah bentuk diskriminasi. Islam menekankan keadilan, bukan sekadar persamaan. Dalam pembagian warisan, keadilan itu diwujudkan dengan memperhitungkan tanggung jawab sosial dan finansial masing-masing pihak.

Alih-alih melihatnya dari sudut sempit, umat Islam diajak untuk memahami hukum faraid sebagai sistem yang adil dan menyeluruh. Pemahaman yang benar akan membentuk sikap yang adil, tidak hanya dalam pembagian harta, tetapi juga dalam menjalani hidup sebagai keluarga dan masyarakat yang seimbang.

Share This Article