muslimx.id – Dua puluh tujuh tahun setelah Reformasi 1998 menggulingkan rezim Orde Baru, gaung perubahan kembali menggema di berbagai pelosok tanah air. Di berbagai kota besar, demonstrasi mahasiswa, buruh, dan elemen masyarakat sipil kembali turun ke jalan. Mereka menyuarakan apa yang mereka sebut sebagai Siklus Reformasi Jilid 2.
Tuntutannya beragam, mulai dari keadilan hukum, pemerintahan yang bersih, penghapusan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), hingga kekecewaan atas kebijakan ekonomi dan pelanggaran demokrasi. Banyak pihak menilai bahwa cita-cita reformasi telah menyimpang, dan rakyat menuntut dikembalikannya kedaulatan ke tangan publik.
Beberapa pengamat menyebut ini bukan hanya peristiwa sosial, melainkan siklus sejarah, di mana rakyat kembali mencari jalan perubahan ketika sistem tak lagi berjalan sesuai nilai-nilai keadilan.
Dalam Islam, perubahan sosial bukan hal yang tabu. Bahkan, Islam mendorong adanya perbaikan terus-menerus dalam masyarakat selama dilakukan dengan cara yang benar dan damai. Perintah untuk menegakkan keadilan, melawan kezaliman, dan memperjuangkan hak-hak rakyat merupakan bagian dari nilai-nilai Islam yang mendasar.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)
Reformasi atau perubahan adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar, yakni menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu juga, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Namun, Islam juga mengajarkan bahwa perubahan tidak boleh dilakukan dengan kekerasan, anarkisme, atau tindakan yang justru menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 205, Allah memperingatkan tentang orang yang membuat kerusakan di bumi setelah sebelumnya ada perbaikan.
Islam menginginkan reformasi yang berlandaskan akhlak, ilmu, dan musyawarah. Perubahan harus dijalankan secara kolektif, damai, dan adil, bukan dengan ambisi kekuasaan pribadi atau kepentingan sesaat.
Reformasi Jilid 2 yang kini bergema di Indonesia menjadi tanda bahwa kesadaran rakyat terhadap keadilan dan transparansi belum mati. Namun sebagai negara yang masyarakatnya mayoritas Muslim, perjuangan ini seharusnya tetap dalam koridor etika Islam: menjunjung tinggi keadilan, menghindari fitnah dan kekerasan, serta selalu menempatkan maslahat umat sebagai tujuan utama.
Perubahan adalah sunnatullah, tapi cara mencapainya akan menentukan apakah hasilnya membawa berkah atau justru menambah luka. Islam memandang reformasi sebagai sarana memperbaiki diri dan masyarakat, selama ia dijalankan dengan ilmu, hikmah, dan akhlakul karimah.