Menikah dengan Mahar Hutang, Bolehkah dalam Islam?

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Mahar. Kata yang singkat, tapi punya makna besar dalam kehidupan pernikahan. Ia bukan sekadar formalitas atau angka yang terpampang di buku nikah. Mahar adalah simbol keseriusan seorang pria untuk memulai kehidupan rumah tangga, sebuah hadiah tulus untuk wanita yang akan menjadi teman hidupnya.

Tapi bagaimana jika keadaan belum memungkinkan? Bagaimana jika seorang pria sungguh ingin menikah, namun mahar yang ingin ia berikan belum bisa dibayar secara tunai? Bolehkah mahar itu dihutang? Atau bahkan ditunda pembayarannya setelah akad?

Mari kita bahas lebih dalam, berdasarkan hukum syariah, pendapat para ulama, dan hikmah yang terkandung di baliknya.

Dalam syariat Islam, mahar atau yang disebut juga ṣadaq, wajib disebutkan dalam akad nikah. Akan tetapi, para ulama menyepakati bahwa mahar tidak harus langsung dibayar saat itu juga.

Mahar boleh ditunda pembayarannya, selama jelas jumlah dan jenisnya, serta disepakati oleh kedua belah pihak. Dalam istilah fiqih, ini disebut dengan “mahar muwajjal” atau mahar yang ditangguhkan.

Islam tidak mempersulit perkara ini. Dalam sebuah hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ pernah menikahkan seorang sahabat hanya dengan mahar berupa pengajaran hafalan Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa mahar bukan soal besar atau kecilnya nilai, tetapi soal kesungguhan dan keikhlasan dalam memberi.

Para ulama dari empat mazhab besar, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali semuanya sepakat bahwa menikah dengan mahar yang ditangguhkan hukumnya tetap sah. Bahkan, mahar yang dijanjikan itu menjadi hak penuh istri, dan suami wajib melunasinya sesuai waktu yang disepakati. Bila tidak ada waktu yang ditentukan, maka istri berhak menuntut mahar itu kapan saja ia menghendaki.

Namun, penting dipahami bahwa meski diperbolehkan, mahar hutang tetap membawa konsekuensi hukum. Dalam Islam, hutang adalah perkara yang serius. Nabi Muhammad ﷺ bahkan menyebutkan bahwa jiwa seorang mukmin akan tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunasi. Ini artinya, seorang suami yang belum membayar mahar istrinya akan tetap menanggung beban tanggung jawab itu, bahkan setelah ia wafat. Maka, jika seorang laki-laki meninggal dunia dalam keadaan mahar belum dibayar, maka hutang tersebut harus dibayarkan dari harta warisannya sebelum dibagi kepada ahli waris.

Islam adalah agama kemudahan. Jika seorang pemuda benar-benar belum mampu memberi mahar dalam bentuk uang atau barang berharga, maka ia bisa memberi sesuatu yang sederhana, namun tetap bernilai. Bisa berupa hafalan surat-surat pendek, bisa berupa pengajaran, atau benda kecil yang halal dan bermanfaat. Yang penting adalah niat yang tulus dan komitmen untuk menunaikan kewajiban itu.

Meski dibolehkan, tetap disarankan agar mahar diberikan secara langsung jika memungkinkan. Memberi mahar di awal pernikahan menandakan kesiapan dan keseriusan seorang laki-laki dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Namun jika keadaan benar-benar tidak memungkinkan, maka hutang mahar bisa menjadi solusi, selama tidak ada niat untuk mengingkari atau menunda tanpa alasan yang jelas.

Pernikahan dalam Islam bukan ajang pamer kemewahan. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa pernikahan yang paling besar keberkahannya adalah yang paling ringan maharnya. Maka, hendaknya para orang tua tidak mempersulit anak-anak muda yang ingin menikah dengan membebani mahar yang memberatkan. Dan hendaknya para pemuda tetap jujur dan bertanggung jawab jika harus menunda pembayaran mahar.

Kesimpulannya, menikah dengan mahar hutang diperbolehkan dalam Islam. Pernikahan tetap sah, asalkan mahar disebutkan dengan jelas, disepakati penundaannya, dan ada niat kuat untuk membayar. Namun, karena hutang adalah amanah yang besar, maka suami wajib menunaikannya secepat mungkin. Jangan sampai mahar yang seharusnya menjadi berkah, justru menjadi beban dosa karena kelalaian.

Jika kamu ingin menikah, jangan takut karena tidak mampu memberi mahar besar. Islam tidak mengukur cinta dengan emas dan permata. Ukurlah dengan niat, komitmen, dan keberanian untuk bertanggung jawab. Sebab, dalam mahar yang sederhana dan halal, bisa lahir rumah tangga yang penuh berkah.

Share This Article