muslimx.id – Baru-baru ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengumumkan rencana untuk melakukan sterilisasi terhadap puluhan ribu kucing liar di wilayahnya. Langkah ini diambil sebagai upaya mengendalikan populasi kucing liar yang semakin tak terkendali, menyebabkan masalah kesehatan, kebersihan, dan keseimbangan lingkungan. Sterilisasi ini umumnya dilakukan dengan prosedur medis untuk mencegah kucing berkembang biak, baik melalui operasi pengangkatan organ reproduksi maupun metode lain yang dinilai aman oleh tenaga medis hewan.
Kebijakan ini memunculkan pertanyaan dari kalangan masyarakat Muslim: Apakah tindakan ini dibolehkan dalam pandangan Islam? Apakah ini termasuk melanggar hak makhluk hidup atau justru sebuah upaya yang diperbolehkan demi kemaslahatan umum?
Pandangan Islam tentang Hewan: Rahmat dan Kemaslahatan
Islam mengajarkan bahwa hewan adalah makhluk Allah yang harus diperlakukan dengan kasih sayang. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari & Muslim)
Dalam hadis lain, Nabi ﷺ memuji seorang wanita pelacur yang memberi minum seekor anjing kehausan, dan mencela seorang wanita yang mengurung kucing hingga mati kelaparan.
Namun, Islam juga adalah agama yang mengatur segala sesuatu berdasarkan maslahat (kebaikan umum). Maka, tindakan terhadap hewan, termasuk pengendalian populasi, diperbolehkan selama tidak disertai kekejaman, tidak menimbulkan penderitaan yang tidak perlu, dan bertujuan untuk menghindari kerusakan yang lebih besar.
Hukum Sterilisasi Hewan dalam Islam
Mayoritas ulama membolehkan sterilisasi hewan jika terdapat alasan yang syar’i dan maslahat, seperti:
- Menghindari overpopulasi yang menyebabkan penderitaan bagi hewan itu sendiri
- Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan
- Mencegah penyakit yang menyebar akibat hewan liar
- Mencegah perilaku liar atau merugikan masyarakat
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi dalam Fatawa Mu’ashirah menjelaskan bahwa jika pengebirian atau sterilisasi dilakukan tanpa menyiksa, dan bertujuan untuk menghindari madharat, maka hal itu diperbolehkan secara syariat.
Namun Islam menekankan etika pelaksanaannya: dilakukan oleh dokter hewan, menggunakan bius, tidak menyakiti, dan tidak dilakukan dengan cara yang melampaui batas (mubazir atau keji).
Allah menugaskan manusia sebagai khalifah di bumi, yang artinya kita bukan hanya penguasa tetapi juga penjaga dan pengelola alam, termasuk hewan.
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami jadikan padanya sumber-sumber penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 10)
Maka dalam konteks Jakarta, jika sterilisasi dilakukan untuk mengurangi penderitaan kucing liar akibat kelaparan, penyakit, atau tertabrak kendaraan, maka itu justru bagian dari tanggung jawab moral dan ekologis yang sejalan dengan nilai Islam.
Islam adalah agama rahmat yang memperhatikan hak semua makhluk. Dalam kasus kucing liar, langkah yang diambil manusia harus seimbang antara kasih sayang terhadap makhluk hidup dan kewajiban menjaga kemaslahatan umum. Oleh karena itu, sterilisasi yang dilakukan dengan niat baik dan etika yang benar bisa menjadi jalan untuk mengelola populasi hewan secara Islami.