muslimx.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambangi Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pada Selasa (10/6/2025) untuk berkoordinasi dalam upaya pencegahan korupsi. Dalam kunjungan itu, KPK turut membahas laporan dugaan gratifikasi terkait praktik penarikan uang dari bawahan untuk membiayai pernikahan anak pejabat.
Audit internal Kementerian PU menemukan indikasi bahwa seorang kepala biro diduga menjadi aktor utama dalam pengumpulan dana tersebut. Dana yang terkumpul, menurut laporan, digunakan untuk menutupi keperluan pribadi yang tidak ada kaitannya dengan tugas negara.
Menteri PU Dody Hanggodo telah mengakui laporan itu dan menyerahkan penanganan kepada Inspektorat Jenderal. Sementara itu, KPK menyatakan siap menindaklanjuti jika ditemukan unsur pidana gratifikasi atau penyalahgunaan jabatan.
Partai X: Negara Jangan Jadi Wedding Organizer Pejabat
Anggota Majelis Tinggi Partai X dan Direktur X-Institute, Prayogi R. Saputra, menyebut kasus ini sebagai cermin rusaknya etika publik dalam birokrasi. “Kalau jabatan dijadikan panitia hajatan keluarga, maka hilang sudah wibawa negara,” ujarnya.
Menurutnya, jabatan publik adalah amanah yang harus dijalankan demi pelayanan kepada rakyat. Jika fasilitas negara dimanfaatkan demi kepentingan keluarga pejabat, maka rakyat hanya menjadi penonton di negeri milik segelintir kelompok.
Sudut Pandang Islam: Jabatan Adalah Amanah, Bukan Warisan untuk Keluarga
Islam menegaskan bahwa jabatan adalah amanah berat yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya kalian akan sangat berambisi atas jabatan, padahal ia akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari kiamat kecuali bagi yang menjalankannya dengan hak.” (HR. Bukhari)
Dalam pandangan syariat, mengambil keuntungan pribadi dari posisi kekuasaan termasuk bentuk khianat terhadap amanah umat. Tindakan menarik uang dari bawahan untuk kebutuhan pribadi meski atas nama “sumbangan”, adalah ghulul (penggelapan harta amanah) yang dilarang keras.
Partai X: Kementerian Harus Menjaga Marwah, Bukan Layani Pesta Pejabat
Partai X menegaskan bahwa negara harus menjaga marwah institusinya. Pemerintahan yang sehat tidak mencampuradukkan urusan publik dengan kepentingan privat. Jika pejabat merasa berhak menggunakan jaringan kekuasaan untuk kebutuhan keluarganya, maka itu adalah bentuk feodalisme gaya baru.
Solusi yang ditawarkan Partai X:
- Audit menyeluruh terhadap aktivitas non-anggaran di Kementerian, khususnya yang berkaitan dengan praktik pengumpulan uang informal.
- Pelarangan sumbangan internal untuk kepentingan pribadi, serta penguatan etika jabatan melalui regulasi tegas.
- Transparansi laporan audit dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan, agar kasus seperti ini tidak tenggelam dalam birokrasi.
Sekolah Negarawan: Cetak Pemimpin yang Tak Jual Jabatan untuk Kepentingan Pribadi
Melalui program Sekolah Negarawan, X-Institute mendidik calon pejabat agar memahami bahwa jabatan bukan warisan keluarga, bukan pula hak istimewa, tetapi tanggung jawab sosial dan moral.
Etika Islam menuntut pemimpin untuk menjaga rasa malu terhadap rakyat dan bertanggung jawab atas setiap fasilitas yang digunakan. Negarawan sejati tidak akan rela menggunakan kekuasaan untuk mengadakan pesta pribadi dari keringat bawahan.
Negara Harus Kembali ke Fitrah Pelayanan, Bukan Menjadi Pelayan Keluarga Pejabat
Partai X menegaskan bahwa praktik menarik dana dari bawahan demi pernikahan anak pejabat bukan hanya pelanggaran etik, tapi juga kemungkaran dalam tata kelola negara. Jika jabatan dijadikan alat meminta-minta, maka rakyat hanya akan terus membayar untuk pesta yang tak mereka hadiri, dari rezim ke rezim.
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang batil, dan (janganlah kamu) menyuap kepada hakim…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Sudah saatnya negara dikembalikan ke jalan keadilan dan amanah. Karena rakyat tidak butuh wedding organizer dari kementerian, mereka butuh pemimpin yang bisa menjaga harga diri negara di hadapan Allah dan di mata rakyat.