Saat Umat Bicara: Keadilan Sosial dalam Islam, Bukan untuk Segelintir Penguasa

muslimX
By muslimX
5 Min Read

muslimx.id – Gelombang kritik dari rakyat kecil, buruh, dan petani semakin kencang. Mereka merasa ditinggalkan oleh janji-janji pemerintah yang semula menjanjikan keadilan, namun dalam praktiknya justru melanggengkan privilese dan ketimpangan. Dalam pandangan Islam, kondisi ini bukan sekadar krisis kebijakan, melainkan pelanggaran terhadap amanah kekuasaan dan prinsip keadilan sosial yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Kebijakan Zalim: Ketika Amanah Kekuasaan Disalahgunakan

Islam memandang jabatan adalah amanah, bukan alat untuk menumpuk kekayaan atau memperkuat kelompok sendiri. Ketika kebijakan publik tidak menyentuh akar persoalan rakyat, maka penguasa telah menyimpang dari tugas utamanya: menjadi pelayan umat, bukan tuan atasnya.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun kini, realitas menunjukkan arah yang menyimpang. Subsidi rakyat dipotong, harga kebutuhan pokok naik, sementara insentif kepada korporasi besar justru dilimpahkan tanpa evaluasi. Inilah bentuk nyata dari kezhaliman struktural yang dilarang dalam Islam.

Ketimpangan: Bukan Takdir, Tapi Buah Keputusan Penguasa

Ketimpangan ekonomi dan sosial dalam Islam bukanlah hal yang dibenarkan. Ketika kebijakan hanya berpihak kepada pejabat dan pemilik modal, lalu mengabaikan nasib petani, buruh, dan kelompok marginal, maka negara telah mengkhianati nilai “`adl” (keadilan) yang menjadi ruh dalam syariat Islam.

“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sesungguhnya mereka itu menelan api ke dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.” (QS. An-Nisa: 10)

Kebijakan impor tanpa perlindungan produksi lokal, regulasi buruh yang memperlemah hak-hak pekerja, serta anggaran negara yang tidak berpihak, adalah wujud dari pembiaran terhadap sistem ekonomi zalim.

Rakyat Bergerak: Amar Ma’ruf Nahi Munkar di Tengah Ketimpangan

Perlawanan rakyat atas ketidakadilan bukan tindakan makar, tetapi justru bentuk amar ma’ruf nahi munkar, yaitu kewajiban umat Islam untuk mendorong kebaikan dan mencegah kemungkaran, termasuk dalam urusan publik dan kenegaraan.

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tangannya; jika tidak mampu maka dengan lisannya; jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)

Demonstrasi, petisi, dan forum warga adalah bentuk perlawanan damai untuk menuntut hak-hak dasar yang telah dilalaikan negara. Dalam Islam, partisipasi rakyat dalam kebijakan bukan hanya hak, tapi juga bagian dari kontrol sosial terhadap penguasa.

Visi Islam: Negara Adil Berdasarkan Syariat, Bukan Oligarki

Islam tidak membenarkan negara yang hanya melayani segelintir kelompok. Rasulullah SAW dan para khalifah setelahnya mencontohkan pemerintahan yang adil, berpihak kepada yang lemah, dan mengedepankan musyawarah.

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka…” (QS. Al-Ma’idah: 49)

Partai X, dalam hal ini, menyatakan tekadnya untuk menegakkan keadilan ekonomi, keterbukaan pengelolaan negara, dan perlindungan kepada kaum tertindas, sesuai nilai-nilai Islam.

Solusi dari Prinsip Syariat: Keadilan Bukan Retorika

Dalam terang syariat, Partai X menawarkan langkah konkret untuk reformasi tata kelola publik, antara lain:

  1. Evaluasi kebijakan berdasarkan kemaslahatan umat (al-mashlahah al-‘ammah), bukan hanya data ekonomi makro.
  2. Mencabut regulasi zalim yang memperkaya segelintir kelompok dan menggantinya dengan sistem distribusi kekayaan yang adil.
  3. Memperkuat forum musyawarah rakyat, agar kebijakan lahir dari partisipasi, bukan dikte oligarki.
  4. Menghidupkan pengawasan rakyat, seperti hisbah dalam Islam, agar pejabat tak bertindak semena-mena.
  5. Mendorong pendidikan politik umat agar setiap warga sadar hak dan tanggung jawabnya dalam memperjuangkan keadilan.

Negeri Makmur Hanya Jika Adil

Dalam Islam, negeri yang makmur bukan karena kekayaan alam atau investasi asing, tetapi karena keadilan ditegakkan dan rakyat dilibatkan. Ketimpangan dan kezhaliman hanya akan mendatangkan murka Allah dan kehancuran bangsa.

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…” (QS. An-Nahl: 90)

Saat rakyat bicara, bukan berarti mereka durhaka. Mereka sedang menagih janji keadilan yang seharusnya menjadi ruh dari setiap kebijakan. Sebab dalam Islam, tidak ada kemuliaan bagi negara yang menindas rakyatnya.

Share This Article