muslimx.id – Presiden Prabowo Subianto dipuji karena tampil meyakinkan di panggung dunia, terutama dalam pidatonya di Saint Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025 di Rusia. Namun, dalam kacamata Islam, wibawa sejati pemimpin bukan dinilai dari sorotan kamera dunia, melainkan dari seberapa kuat ia berdiri di sisi rakyatnya yang tertindas dan lapar.
Dalam Islam, hubungan luar negeri bukan untuk memamerkan posisi, tapi untuk memperjuangkan maslahat umat. Ketika diplomasi menjadi panggung citra, namun rakyat di dalam negeri bergulat dengan mahalnya sembako dan ketimpangan akses, maka itu bukanlah keberhasilan, melainkan pengalihan perhatian.
Partai X: Diplomasi Tak Boleh Mengaburkan Realitas Domestik
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyoroti ironi dalam diplomasi Prabowo. Ia mengatakan:
“Rakyat tidak butuh pidato megah. Rakyat butuh harga beras turun, listrik nyala, dan anak sekolah bisa makan pagi.”
Dalam Islam, pemimpin dituntut untuk hadir langsung dalam kesusahan rakyat. Ketidakseimbangan antara penampilan global dan pelayanan lokal adalah bentuk tadhlil, penyesatan arah kepemimpinan.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)
Amanah itu bukan tampil gagah di luar negeri, tapi menjamin perut rakyat tidak keroncongan di tanah air sendiri.
Diplomasi Islam: Bebas Aktif, tapi Berakar pada Rakyat
Prinsip hubungan luar negeri dalam Islam adalah maslahatul ummah, segala hubungan antarnegara harus berdampak pada kehidupan rakyat yang lebih baik. Sikap nonblok dan bebas aktif tak boleh berhenti di retorika. Ia harus membuahkan kemandirian ekonomi, ketahanan pangan, dan kemerdekaan energi.
“Imam (pemimpin) adalah penggembala dan akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Jika rakyat masih lapar, maka pemimpin belum layak berbangga di forum internasional. Sebab dalam Islam, ukuran kehormatan bukan dari sambutan dunia, tapi dari ridha rakyat dan amanah yang dijaga.
Solusi Islam: Kuatkan Dalam Negeri, Baru Bicara ke Luar
Partai X mengusulkan langkah-langkah korektif yang sejalan dengan prinsip-prinsip syariah:
- Reorientasi hubungan luar negeri agar memperkuat ekonomi umat, bukan hanya menjaga relasi diplomatik pejabat.
- Diplomasi pangan dan energi yang melindungi rakyat dari ketergantungan luar negeri.
- Pendidikan kepemimpinan lewat Sekolah Negarawan, mencetak duta besar dan pejabat luar negeri yang berpihak pada rakyat, bukan protokol.
- Audit publik terhadap kementerian strategis yang gagal menjembatani posisi Indonesia di luar negeri dengan kesejahteraan rakyat di dalam negeri.
Wibawa Sejati Ada di Pelayanan, Bukan Panggung
Islam tak mengajarkan wibawa semu. Seorang pemimpin bisa saja disambut megah di Rusia, tetapi ia akan ditanya oleh Allah tentang listrik rakyat yang padam, dapur yang kosong, dan anak yang berangkat sekolah tanpa sarapan.
“Bukanlah kekuatan itu pada pidato, tapi pada keberanian menjaga keadilan di tengah umat.”
(Makna kebijaksanaan dari sirah kepemimpinan Rasulullah SAW)