BUMN Tak Boleh Ganti Direksi? Islam: Aset Negara Itu Amanah Umat

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Larangan mengejutkan datang dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) yang melarang seluruh BUMN, termasuk anak dan cucunya, mengganti direksi dalam RUPS Tahunan. Kebijakan ini menuai respons keras dari banyak pihak. Dari sudut pandang Islam, keputusan seperti ini harus ditimbang bukan hanya dari sisi teknokrasi, tapi juga etika amanah publik dan keadilan sosial.

Islam menegaskan bahwa segala bentuk kepemilikan negara atas sumber daya strategis adalah bentuk kepemilikan bersama umat (al-milkiyyah al-‘āmmah). Maka, segala kebijakan atas BUMN bukan hanya urusan internal pejabat atau komisaris, tapi harus dipertanggungjawabkan di hadapan publik dan di hadapan Allah SWT.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika penggantian direksi ditahan tanpa transparansi, lalu siapa yang sedang dilindungi? Aset rakyat atau jaringan pejabat?

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mempertanyakan maksud dari larangan ini. Ia menilai ini bisa membuka ruang kartelisasi kekuasaan dalam tubuh BUMN, yakni ketika jabatan direksi bukan lagi tentang kompetensi, melainkan loyalitas kekuasaan.

Islam sangat keras terhadap penyalahgunaan jabatan untuk melanggengkan kuasa pribadi atau kelompok. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Barang siapa kami angkat untuk mengurusi urusan kaum Muslimin lalu ia menutup diri dari kebutuhan mereka, maka Allah akan menutup dirinya dari kebutuhan-Nya pada Hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud)

Partai X menyerukan reformasi tata kelola BUMN dengan menekankan prinsip akuntabilitas dan transparansi. Ini sejalan dengan nilai-nilai Islam, yang mewajibkan pengelolaan harta umat harus dijalankan oleh orang yang amīn (terpercaya) dan qawiyy (kuat dalam kapasitas).

“Sesungguhnya orang terbaik yang kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat lagi terpercaya.” (QS. Al-Qashash [28]: 26)

Oleh karena itu, direksi BUMN seharusnya diangkat bukan karena dekat dengan kekuasaan, tapi karena mereka memiliki keahlian, rekam jejak bersih, dan keberpihakan kepada rakyat.

Larangan pergantian direksi atas nama “evaluasi menyeluruh” hanya akan diterima publik jika prosesnya transparan. Dalam Islam, segala urusan publik yang menyangkut hak umat tidak boleh disembunyikan atau dimonopoli. Prinsip musyawarah dan keterbukaan adalah kunci pemerintahan yang adil.

“…dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.” (QS. Asy-Syūrā [42]: 38)

Partai X mendesak agar evaluasi Danantara dibuka untuk publik, dan setiap keputusan menyangkut direksi BUMN disupervisi lembaga independen, bukan hanya dikoordinasi di balik meja kekuasaan.

Islam mengingatkan bahwa kekuasaan dan jabatan adalah amanah berat yang akan dipertanggungjawabkan. Jika BUMN tetap dijadikan instrumen tersembunyi, maka negara telah mengkhianati tugasnya sebagai penjaga harta publik.

Partai X menegaskan: BUMN bukan warisan pejabat, tapi milik rakyat. Dan Islam mewajibkan amanah itu diurus dengan adil, jujur, dan terbuka.

“Sungguh, Allah memerintahkan kalian menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisā’ [4]: 58)

Setiap kebijakan atas aset negara harus dilandasi akhlak amanah, bukan nafsu mempertahankan kuasa. Dalam Islam, pengelolaan kekayaan publik harus terbuka, profesional, dan bebas dari kerakusan pejabat. Jika negara ingin diberkahi, maka harta rakyat harus dijaga, bukan dijadikan tameng kekuasaan.

Share This Article