muslimx.id – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak memastikan bahwa kebijakan pajak digital di platform marketplace bukan merupakan pungutan baru, melainkan penyesuaian teknis. Hal ini disampaikan oleh Dirjen Pajak Bimo Wijayanto usai rapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (15/7/2025), terkait implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 37 Tahun 2025 tentang PPh Pasal 22 atas transaksi digital.
Bimo menjelaskan bahwa kewajiban ini hanya memindahkan tanggung jawab pemungutan dari penjual ke pihak marketplace sebagai pemotong otomatis, khususnya bagi pedagang dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun.
“Ini bukan pajak baru dan tidak akan menambah harga,” ujar Bimo di kompleks parlemen.
Yang Naik Mungkin Bukan Pajaknya, Tapi Tekanan Hidup Rakyat
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, merespons kritis narasi pemerintah tersebut. Ia menilai bahwa pendekatan fiskal yang terlalu teknokratis cenderung mengabaikan realitas psikologis dan ekonomi rakyat.
“Bukan soal pajak baru atau lama, tapi soal rasa cemas pelaku usaha mikro dan pembeli yang makin tertekan,” kata Rinto.
Menurutnya, digitalisasi pajak tidak boleh menjadi dalih untuk membebani rakyat yang bahkan belum paham konsep perpajakan daring. Ia menekankan perlunya empati dalam penyusunan kebijakan ekonomi berbasis platform.
Islam Menjunjung Keadilan dalam Setiap Akad dan Kebijakan
Partai X mengingatkan bahwa tugas negara adalah menyeimbangkan antara ketertiban administrasi dan keadilan sosial. Dalam Islam, keadilan adalah asas utama setiap transaksi, termasuk dalam pengelolaan pajak.
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu…” (QS. Al-Ma’idah: 1)
Ayat ini menggarisbawahi pentingnya kejujuran dan tanggung jawab dalam setiap kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Reformasi Pajak Digital: Berpihak pada Ekonomi Rakyat
Partai X menegaskan bahwa kebijakan pajak digital harus berlandaskan keadilan dan keberpihakan terhadap pelaku usaha kecil. Oleh karena itu, Partai X mendorong reformasi yang lebih substansial, tidak hanya administratif:
- Audit Dampak Sosial dan Ekonomi sebelum penerapan penuh sistem pungutan digital.
- Dashboard Edukasi Pajak di setiap marketplace agar pelaku usaha memahami hak dan kewajiban mereka.
- Insentif UMKM dan Perlindungan Hukum bagi pelaku ekonomi digital yang rentan.
- Prinsip Progresivitas dan Keadilan dalam pemungutan pajak agar tidak menyamaratakan beban rakyat dengan korporasi besar.
- Realokasi Pendapatan Pajak untuk program sosial seperti pendidikan, subsidi biaya transaksi, dan pemerataan infrastruktur digital.
Penutup: Jangan Jadikan Digitalisasi sebagai Alat Pemerasan Modern
Sebagai penutup, Partai X mengingatkan bahwa digitalisasi tidak boleh menjauhkan negara dari rakyatnya. Pajak bukan sekadar angka dan algoritma, melainkan wujud tanggung jawab moral negara dalam mensejahterakan umat.
“Jika sistemnya rapi tapi batin rakyatnya tertekan, maka negara sedang membangun mesin yang melupakan nurani,” ujar Rinto.
Dalam hadist Nabi SAW disebutkan:
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dengan semangat ini, kebijakan fiskal harus dibangun atas dasar kasih sayang, keberpihakan, dan keadilan sosial bukan hanya demi penerimaan negara, tetapi demi martabat rakyat.