muslimx.id — Wakil Menteri Dalam Negeri, Ribka Haluk, menyebut pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Papua sebagai bentuk keberhasilan demokrasi. Namun, dari sudut pandang ajaran Islam, pernyataan ini memerlukan peninjauan yang lebih mendalam: demokrasi sejati bukan hanya diukur dari terlaksananya prosedur, tetapi juga dari ditegakkannya keadilan dalam proses tersebut.
Dalam Islam, keadilan adalah prinsip fundamental yang tidak bisa ditawar, baik dalam kehidupan sosial, hukum. Al-Qur’an menegaskan bahwa keadilan adalah tujuan dari diutusnya para nabi dan diturunkannya kitab suci:
“Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata, dan Kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan), agar manusia dapat berlaku adil.” (QS. Al-Hadid: 25)
Ayat ini menunjukkan bahwa penegakan keadilan adalah misi suci yang tidak boleh diabaikan, termasuk dalam konteks pemilu.
PSU: Legitimasi atau Solusi?
Pelaksanaan PSU seharusnya tidak hanya menjadi rutinitas formal yang memperlihatkan “wajah demokrasi”, tetapi harus mampu menghapus akar masalah yang menyebabkan kecurangan, ketidakpuasan, atau konflik sosial. Demokrasi yang hanya berfokus pada prosedur tanpa menghadirkan keadilan, justru menjauh dari esensinya.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis sahih:
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya. Dan itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)
Hadis ini mengajarkan bahwa diam terhadap ketidakadilan adalah tanda lemahnya iman. Oleh karena itu, setiap bentuk kejanggalan dan ketimpangan dalam pemilu harus direspons bukan hanya dengan pelaksanaan ulang, tetapi juga dengan perbaikan sistemik.
Seruan untuk Pemerintah: Jangan Jadikan PSU Alat Legitimasi
Partai X mengingatkan bahwa PSU tidak boleh digunakan sebagai alat legitimasi kekuasaan yang gagal menyelesaikan akar persoalan. Pemilu harus menjamin partisipasi rakyat yang bebas dari intimidasi, serta diselenggarakan dalam suasana yang adil dan transparan.
Islam pun mengingatkan pentingnya amanah dalam kepemimpinan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkannya dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa amanah kekuasaan adalah titipan besar yang harus dijalankan dengan keadilan, bukan dimanipulasi untuk kepentingan kekuasaan sesaat.
Demokrasi yang hanya berorientasi pada prosedur, tanpa menjamin keadilan bagi seluruh rakyat, adalah demokrasi yang rapuh. Pemungutan suara ulang harus menjadi titik balik menuju sistem pemilihan yang lebih jujur dan adil.