muslimx.id – Tumpukan sekitar 100 ribu ton gula hasil panen petani tebu kini memenuhi gudang tanpa terserap pasar. Kondisi ini terjadi akibat kebijakan impor berlebih pada awal tahun, ditambah masuknya produk etanol dari luar negeri. Ketua Umum APTRI, Soemitro Samadikoen, menyebut pemerintah sempat membuka keran impor 200 ribu ton gula pada Februari 2025. Padahal sebelumnya pemerintah berjanji menghentikan impor gula tahun ini. Akibatnya, perusahaan pengolah gula mengurangi penyerapan tebu petani, membuat harga lelang jatuh di bawah Harga Patokan Petani Rp 14.500 per kilogram.
Kondisi ini menimbulkan keresahan di kalangan petani yang merasa tidak dilindungi oleh negara. Sementara itu, para importir besar justru diuntungkan dari kebijakan tersebut.
Islam Ingatkan Tugas Negara: Melindungi, Bukan Membiarkan
Dalam Islam, negara dan pemimpin memiliki amanah untuk melindungi rakyat, terutama kelompok lemah seperti petani kecil. Allah Swt. berfirman:
“(Yaitu) orang-orang yang apabila Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS. Al-Hajj [22]: 41)
Ayat ini menegaskan bahwa pemimpin yang diberikan kekuasaan harus menggunakan amanah itu untuk menegakkan keadilan, menjaga kemaslahatan, serta melindungi rakyatnya dari kezaliman, termasuk praktik monopoli dan kartel.
Rasulullah saw. juga memperingatkan dalam sebuah hadits:
“Barang siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam, maka ia telah berlepas diri dari Allah, dan Allah pun berlepas diri darinya.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim)
Hadits ini menegaskan bahwa menimbun barang kebutuhan pokok demi keuntungan segelintir pihak adalah perbuatan tercela yang bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam konteks hari ini, praktik kartel impor yang menekan harga petani bisa dikategorikan sebagai bentuk kezhaliman ekonomi.
Keadilan Ekonomi Kasus Gula: Petani Harus Jadi Prioritas
Islam mengajarkan bahwa keadilan dalam ekonomi berarti memberi hak kepada yang berhak. Petani sebagai produsen utama pangan harus mendapatkan perlindungan dari kebijakan negara. Jika mereka ditinggalkan, maka bukan hanya kehidupan petani yang hancur, tetapi juga kedaulatan pangan bangsa terancam.
Negara wajib menghentikan praktik impor yang berlebihan, menertibkan kartel, serta memperkuat industri hilir tebu agar hasil panen petani terserap optimal. Kesejahteraan rakyat tidak boleh dikorbankan demi keuntungan segelintir importir.
Dari perspektif Islam, kedaulatan pangan adalah bagian dari amanah besar yang harus dijaga negara. Petani harus diposisikan sebagai mitra strategis, bukan korban dari kebijakan impor. Keadilan baru terwujud ketika petani mendapatkan harga yang layak, hasil panen terserap, dan rakyat terbebas dari cengkeraman kartel yang merusak pasar.