Konglomerat Borong Patriot Bonds, Islam Ingatkan: Kekuasaan dan Modal Harus Tunduk pada Keadilan

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.idSebanyak 46 konglomerat besar Indonesia resmi membeli Patriot Bonds senilai Rp50 triliun melalui skema private placement. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai proyek waste to energy (WTE) atau pengolahan sampah menjadi listrik yang ditargetkan masuk tahap tender pada akhir Oktober 2025.

CEO Danantara Indonesia, Rosan P. Roeslani, memastikan dana telah terkumpul penuh. Nama-nama besar seperti Anthony Salim, Prajogo Pangestu, Aguan, Franky Widjaja, hingga Budi Hartono muncul sebagai pembeli obligasi tersebut. Publik pun heran, sebab bunga yang ditawarkan hanya 2%, jauh di bawah surat utang negara yang mencapai 6%.

Ekonom Bhima Yudhistira menilai Patriot Bonds bukan instrumen keuangan biasa, melainkan “asuransi politik” bagi konglomerat agar bisnisnya aman dari gangguan negara.

Kritik Partai X: Negara Jangan Jadi Pelayan Modal

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengkritik keras skema investasi ini. Menurutnya, semangat pembangunan energi terbarukan patut diapresiasi, namun harus jelas keberpihakannya.

“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau proyek ini hanya memperkuat posisi konglomerat tanpa memperhatikan beban sosial rakyat, maka negara gagal menjalankan tugasnya,” ujarnya.

Rinto menegaskan, proyek WTE harus dikaji menyeluruh, terutama dampaknya terhadap masyarakat sekitar mulai dari potensi kenaikan tarif listrik, alih fungsi lahan, hingga potensi penguasaan pasar energi oleh segelintir individu. Ia memperingatkan negara ini bukan milik konglomerat, pemerintah bukan pelayan korporasi, tapi pelayan rakyat.

Pandangan Islam: Keadilan dalam Kekuasaan dan Harta

Islam sangat tegas dalam memandang keadilan sebagai pondasi dalam mengelola kekuasaan dan kekayaan. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl: 90)

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap bentuk kebijakan negara, termasuk proyek energi, harus berlandaskan keadilan, bukan keuntungan segelintir pihak. Kekuasaan dan modal tidak boleh berselingkuh untuk menekan rakyat.

Rasulullah ﷺ juga memperingatkan pemimpin yang berpihak kepada golongan kaya dengan mengabaikan kepentingan rakyat:

“Siapa saja yang diserahi tugas mengurus rakyat lalu ia meninggal dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan surga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menegaskan bahwa kezaliman dalam kebijakan publik, termasuk keberpihakan kepada konglomerat dengan mengorbankan rakyat, adalah dosa besar.

Solusi Islam: Keadilan, Amanah, dan Transparansi sebagai Fondasi

Islam tidak menolak investasi atau pembangunan besar. Namun, syariat memberikan rambu agar pembangunan tidak menjadi sarana eksploitasi. Beberapa prinsip solusi Islami untuk kasus ini:

  1. Transparansi dan Amanah dalam Pengelolaan Dana Publik
    Pemerintah wajib membuka semua skema Patriot Bonds ke publik.
  2. Keadilan dalam Distribusi Kekayaan
    Islam menolak penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang.
  3. Pengawasan Independen dan Partisipasi Publik
    Islam menekankan konsep hisbah (pengawasan masyarakat terhadap kekuasaan).
  4. Prioritaskan Kemaslahatan Rakyat
    Prinsip utama siyasah syar’iyyah adalah menghadirkan kemaslahatan dan menolak kemudharatan. 

Penutup: Pembangunan Harus Jadi Berkah, Bukan Beban

Islam mengajarkan bahwa kekuasaan dan harta adalah amanah, bukan alat dominasi. Proyek waste to energy dapat menjadi peluang besar bagi Indonesia, asalkan dikelola dengan adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat.

Jika negara tunduk pada kepentingan konglomerat, maka pembangunan hanya akan menjadi beban rakyat. Namun jika dijalankan dengan prinsip keadilan Islam, proyek besar bisa menjadi berkah yang menerangi negeri bukan bara yang membakar kepercayaan rakyat.

Share This Article