muslimx.id — Dalam pandangan Islam, jabatan bukanlah kehormatan pribadi, melainkan amanah besar yang harus dijalankan dengan tanggung jawab dan keikhlasan. Namun, ketika jabatan dijadikan tujuan untuk mengejar kekuasaan dan kenikmatan duniawi, maka nilai pengabdian dan amanah pun lenyap.
Islam memperingatkan bahwa kekuasaan yang tidak dilandasi niat tulus untuk melayani rakyat akan menjerumuskan pemegangnya pada kehancuran moral dan sosial.
Jabatan Adalah Amanah, Bukan Kekuasaan
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
Ayat ini menunjukkan betapa beratnya tanggung jawab sebuah amanah, termasuk jabatan publik. Dalam Islam, jabatan bukan milik individu, melainkan titipan yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat.
Ketika seseorang menjadikan jabatan sebagai sarana memperkaya diri, ia telah mengkhianati kepercayaan rakyat dan melanggar perintah Allah. Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, dan pada hari kiamat ia menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang menunaikan kewajiban dan menunaikan amanah yang diembankan kepadanya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa kekuasaan tanpa pengabdian hanya akan membawa aib dan penyesalan.
Hilangnya Nilai Pengabdian: Tanda Kemunduran Moral
Islam menilai hilangnya semangat pengabdian dalam jabatan sebagai tanda kemerosotan akhlak bangsa. Ketika jabatan hanya diperebutkan demi fasilitas dan pengaruh, maka pelayanan publik berubah menjadi alat kekuasaan.
“Apabila amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran.” (HR. Bukhari)
Sabda ini menjadi peringatan keras bagi para pemegang kekuasaan. Ketika pengabdian tidak lagi menjadi dasar kepemimpinan, maka rakyat kehilangan pelindungnya dan negara kehilangan ruh moralnya.
Islam Serukan Kepemimpinan Berbasis Pengabdian
Dalam Islam, pemimpin sejati adalah mereka yang melayani rakyat dengan ketulusan dan takut kepada Allah. Jabatan adalah ladang amal, bukan tempat mencari kehormatan. Rasulullah SAW menolak jabatan bagi mereka yang memintanya karena ambisi pribadi, sebagaimana sabdanya:
“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta jabatan. Sebab jika engkau diberi jabatan karena permintaanmu, engkau akan dibiarkan menanggungnya sendiri; namun jika engkau diberi tanpa memintanya, engkau akan ditolong oleh Allah dalam menjalankannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayat dan hadis ini mengajarkan bahwa kekuasaan harus diiringi kesadaran spiritual dan moral. Negara yang kuat bukan dibangun dari ambisi, tetapi dari pengabdian.
Jalan Islam: Menegakkan Amanah dan Keadilan
Islam menegaskan tiga prinsip utama dalam menjalankan jabatan:
- Menempatkan jabatan sebagai amanah, bukan privilese.
- Menjalankan kekuasaan dengan adil dan bertanggung jawab.
- Menjadikan pengabdian kepada rakyat sebagai ibadah kepada Allah.
Ketika jabatan dijalankan dengan amanah dan ketulusan, keadilan sosial dapat terwujud dan kepercayaan rakyat akan kembali. Sebaliknya, ketika jabatan menjadi tujuan, maka lahirlah keserakahan yang menghancurkan bangsa.
Penutup
Islam mengingatkan, jabatan hanyalah jalan, bukan tujuan. Pengabdian adalah inti dari kekuasaan yang benar.
“Dan janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil dan janganlah kamu membawa urusan itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
Ketika jabatan dijalankan dengan amanah dan keikhlasan, negara akan berdiri kokoh di atas keadilan. Namun, ketika jabatan dikejar demi pamrih pribadi, maka kehancuran moral bangsa hanyalah soal waktu.