muslimx.id – Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor menegaskan pentingnya sistem bagi hasil yang adil antara perusahaan aplikasi dan para pengemudi transportasi daring. Ia menekankan bahwa skema kerja digital harus mencerminkan keadilan, transparansi, serta proporsi yang sesuai dengan tarif yang dibayarkan oleh pengguna.
Ranperpres yang sedang disiapkan pemerintah disebut akan mengatur ruang dialog antara pekerja dan perusahaan, sekaligus memperkuat perlindungan bagi para pengemudi. Namun sejumlah masalah struktural tetap mencuat.
Ketidakpastian Penghasilan dan Lemahnya Perlindungan Pekerja
Hingga kini, aturan tarif masih mengacu pada kebijakan lama dari Kemenhub, sementara jaminan sosial bagi pekerja platform belum bersifat wajib. Banyak pengemudi harus membayar mandiri iuran JKK dan JKM, membuat tingkat kepesertaan perlindungan sosial sangat rendah.
Pendapatan mereka juga sangat dipengaruhi perubahan insentif sepihak tanpa pemberitahuan. Seluruh biaya operasional seperti bensin, servis kendaraan, dan perlengkapan keamanan ditanggung sendiri oleh pengemudi.
Kondisi ini membuat pekerja transportasi daring berada pada posisi yang lemah dalam ekosistem digital.
Perspektif Islam: Keadilan dan Transparansi Adalah Kewajiban
Dalam Islam, keadilan dalam bermuamalah merupakan prinsip yang tidak boleh ditawar.
Al-Qur’an menegaskan:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kalian penegak keadilan…”
(QS. An-Nisa’ 4:135)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa setiap transaksi, termasuk sistem bagi hasil dalam ekosistem digital, harus menjunjung keadilan dan tidak merugikan pihak yang lemah.
Islam juga mencontohkan agar seluruh bentuk upah dan kerja dilakukan dengan terang, jujur, dan tidak menzalimi pekerja. Rasulullah SAW bersabda:
“Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibn Majah)
Hadis ini menegaskan pentingnya kepastian pendapatan dan perlindungan bagi pekerja.
Keadilan dalam pembagian hasil dan transparansi sistem menjadi bagian dari nilai maslahah (kemanfaatan umum), yang wajib dijaga negara.
Negara Wajib Melindungi Pekerja dan Mengatur Skema yang Berkeadilan
Masalah ketidakpastian pendapatan dan lemahnya posisi tawar pengemudi menunjukkan perlunya peran negara yang lebih aktif. Negara tidak boleh membiarkan pekerja platform bekerja dalam ketidakpastian yang merugikan kesejahteraan mereka.
Dalam prinsip tata kelola pemerintahan menurut Islam, negara berkewajiban menegakkan kemaslahatan rakyat, menjaga keseimbangan sosial, dan memastikan tidak ada pihak yang dieksploitasi.
Regulasi bagi hasil harus memberi kejelasan, transparansi, dan perlindungan menyeluruh, baik dalam pengaturan tarif, insentif, jaminan sosial, maupun mekanisme penyelesaian sengketa.
Seruan Solutif: Skema Digital yang Adil, Transparan, dan Pro-Pekerja
Agar ekosistem transportasi daring lebih manusiawi dan sesuai nilai keadilan Islam, sejumlah langkah dapat menjadi rekomendasi:
- Transparansi algoritma dalam penentuan tarif dan insentif.
- Jaminan sosial wajib yang difasilitasi negara agar pekerja tidak menanggung risiko sendiri.
- Dialog formal antara pemerintah, perusahaan, dan pekerja sebagai bagian dari prinsip syura (musyawarah).
- Pengawasan ketat terhadap manipulasi tarif dan potongan aplikasi.
- Penegakan aturan tegas untuk memastikan perusahaan aplikator tidak merugikan pengemudi.
Islam memerintahkan keadilan sebagai dasar seluruh aktivitas ekonomi. Skema bagi hasil transportasi daring harus mencerminkan nilai tersebut adil, terbuka, dan tidak memberatkan pekerja. Negara wajib hadir untuk memastikan keberlanjutan ekosistem digital yang berkeadilan bagi semua.