muslimx.id – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerapkan aturan masa tunggu lima tahun bagi pegawai yang ingin beralih menjadi konsultan pajak. Dirjen Pajak Bimo Wijayanto menegaskan bahwa mantan pegawai membawa memori, akses, dan catatan penting mengenai data negara yang bersifat rahasia.
Menurut Bimo, risiko penyalahgunaan data sangat tinggi apabila mantan pegawai langsung masuk ke industri konsultansi. DJP bahkan menemukan pola persekongkolan antara oknum pegawai, konsultan pajak, dan wajib pajak—terutama pada momen ketika pegawai hendak mengundurkan diri. Karena itu, masa tunggu dianggap sebagai langkah pencegahan konflik kepentingan, sekaligus menjaga integritas sistem perpajakan.
Bimo menjelaskan bahwa periode lima tahun dinilai wajar agar data yang melekat pada pegawai benar-benar kedaluwarsa. Ia menegaskan independensi pegawai pajak harus dijaga penuh, dan hubungan istimewa dengan pihak luar dapat membuka peluang fraud fiskal.
Isu Integritas Pajak dalam Sorotan Publik
Kebijakan DJP dipandang positif, namun publik menilai langkah ini belum sepenuhnya cukup untuk menutup celah penyalahgunaan kewenangan. Kebocoran data dan hubungan istimewa antara aparat pajak dan pihak luar dinilai dapat merusak keadilan fiskal, melemahkan kepercayaan masyarakat, dan membuka peluang korupsi terstruktur.
Isu ini menguat karena pajak merupakan sumber utama pembiayaan negara. Terganggunya integritas aparat pajak berarti terganggunya hak-hak rakyat yang seharusnya terlindungi oleh sistem fiskal yang bersih dan transparan.
Islam Menegaskan Pentingnya Amanah dan Keadilan dalam Pengelolaan Harta Publik
Dalam ajaran Islam, amanah dan kejujuran adalah prinsip yang wajib dijaga terutama dalam pengelolaan harta publik. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap pemegang kekuasaan, termasuk aparatur pajak, wajib menjaga amanah dan tidak boleh menyalahgunakan kewenangan yang diberikan negara.
Islam juga mengutuk keras persekongkolan untuk merugikan harta publik. Rasulullah SAW bersabda:
“Siapa yang kami pekerjakan pada suatu tugas, lalu ia menyembunyikan sesuatu (dari harta negara), maka itu adalah ghulul (korupsi).” (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan bahwa segala bentuk manipulasi, kebocoran data, dan persekongkolan untuk menghindari pajak merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah negara.
Seruan Islam: Pengawasan Harus Diperkuat, Bukan Hanya Dibatasi
Ajaran Islam menekankan bahwa pengelolaan harta negara harus dijalankan secara profesional, transparan, dan berkeadilan. Kebijakan masa tunggu lima tahun merupakan langkah administratif, namun tidak boleh berhenti di sana. Sistem pengawasan harus diperkuat dari akar hingga pucuk, dengan melibatkan publik sebagai pengawas moral dan administratif.
Keadilan fiskal hanya dapat terwujud jika:
- aparat pajak benar-benar bebas dari konflik kepentingan,
- data negara terjaga kerahasiaannya,
- dan sistem pengawasan mampu menutup celah kecurangan baik oleh pegawai, konsultan, maupun wajib pajak.
Solusi untuk Memperkuat Integritas Sistem Pajak
Untuk membangun sistem perpajakan yang bersih dan berkeadilan, beberapa langkah strategis dianggap penting:
- Memperketat kontrol internal dengan pengawasan lembaga independen.
- Memperluas kanal pengaduan publik disertai perlindungan pelapor.
- Menguatkan audit teknologi pada seluruh perangkat kerja pegawai pajak.
- Meningkatkan pendidikan etika secara berkala bagi aparatur.
- Membangun basis data yang berlapis dan terenkripsi untuk mencegah kebocoran informasi.
- Melakukan verifikasi berkala konsultan pajak terdaftar agar tidak ada pelanggaran masa tunggu.
Semua langkah ini sejalan dengan prinsip Islam yang menuntut amanah, transparansi, dan pencegahan kerusakan (sadd al-dzari’ah) dalam urusan publik.
Islam mengajarkan bahwa negara akan kuat bila aparatur menjalankan amanah dengan penuh integritas. Dalam konteks pengelolaan pajak, kepatuhan, kejujuran, dan pengawasan yang ketat adalah kewajiban moral dan konstitusional. Kebijakan masa tunggu lima tahun bukanlah tujuan akhir, tetapi langkah awal menuju sistem perpajakan yang benar-benar bersih, adil, dan dipercaya rakyat. Dengan integritas yang terjaga, negara dapat memastikan keadilan fiskal berjalan sebagaimana mestinya tanpa celah, tanpa pilih kasih, dan sesuai nilai-nilai Islam.