muslimx.id — Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI, Abdul Kholik, meminta pemerintah segera memulai pembahasan RUU Daerah Kepulauan yang telah mandek hampir 18 tahun sejak pertama kali diusulkan pada 2007. RUU tersebut telah diserahkan DPR RI kepada Presiden pada 12 November 2025 dan kini menunggu penunjukan menteri yang akan mewakili pemerintah dalam pembahasan.
Kholik menegaskan, RUU ini adalah bentuk komitmen negara untuk memperjuangkan hak-hak daerah kepulauan yang selama ini menghadapi keterbatasan akses, konektivitas yang rendah, dan ketimpangan layanan publik.
RUU untuk 18 Provinsi Kepulauan: Penguatan Sektor Laut dan Logistik
RUU Daerah Kepulauan dirancang untuk memberikan afirmasi bagi sedikitnya 18 provinsi berbasis kepulauan. Banyak dari wilayah ini berada pada jalur pelayaran internasional yang strategis, namun kerap menghadapi minimnya infrastruktur transportasi dan distribusi.
Kholik menilai bahwa tanpa penguatan logistik, tata kelola laut, hingga transportasi antarpulau yang konsisten, Indonesia berisiko menghadapi diskonektivitas yang menghambat stabilitas ekonomi, terutama saat krisis nasional atau global.
Perspektif Islam: Pemerataan adalah Keadilan yang Diwajibkan
Dalam Islam, pemerataan pembangunan adalah bagian dari keadilan yang harus ditegakkan negara. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk berlaku adil dan berbuat ihsan…”(QS. An-Nahl: 90)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan tidak boleh hanya dinikmati wilayah tertentu, sementara wilayah lain terpinggirkan.
Rasulullah SAW juga bersabda:
“Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menempatkan pemimpin sebagai pihak yang wajib menjamin pelayanan setara, termasuk kepada masyarakat di pulau terluar dan terpencil.
Ketimpangan Kepulauan: Masalah Struktural, bukan Sekadar Geografis
Berbagai daerah kepulauan selama ini menghadapi tarif logistik yang mahal, akses pendidikan dan kesehatan yang terbatas, serta kondisi ekonomi yang jauh tertinggal dibandingkan wilayah daratan. Masalah ini bukan hanya persoalan jarak, tetapi struktur kebijakan nasional yang belum mengakui kebutuhan khusus wilayah berciri kepulauan.
Pemerataan kebijakan menjadi pangkal penguatan kedaulatan, karena seluruh wilayah adalah bagian dari satu tubuh negara. Ketimpangan yang dibiarkan hanya akan memperlebar jarak antarwilayah dan menghambat pertumbuhan nasional secara menyeluruh.
Langkah Sistemik: Pemerataan Berbasis Data dan Musyawarah Nasional
Percepatan pembahasan RUU Daerah Kepulauan membutuhkan desain kebijakan yang sistemik dan inklusif. DPD mendorong keterlibatan akademisi kelautan, ahli logistik, tokoh agama, budaya, keamanan, dan elemen masyarakat untuk merancang peta jalan yang sesuai kebutuhan lokal.
Beberapa langkah yang ditekankan:
- Analisis berbasis data kelautan dan konektivitas antarpulau
- Digitalisasi distribusi logistik serta pengawasan transparan
- Pemetaan pangan dan energi berbasis data real-time
- Penyederhanaan proses distribusi untuk mencegah korupsi
- Penguatan literasi maritim melalui media negara
- Pendidikan ideologi kebangsaan berbasis Pancasila
- Penguatan identitas nasional di wilayah perbatasan
Pendekatan sistemik ini sejalan dengan prinsip Al-Qur’an tentang musyawarah:
“…Dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38)
Penutup: Pemerataan Kepulauan adalah Jalan Panjang Keadilan
Percepatan RUU Daerah Kepulauan menjadi kunci pemerataan pembangunan, terutama bagi wilayah terluar yang selama ini tidak mendapat dukungan struktural memadai. Islam menegaskan bahwa pemimpin wajib menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat, tanpa membeda-bedakan geografis, suku, atau wilayah.
Dengan menempatkan rakyat sebagai pemilik kedaulatan dan negara sebagai pelaksana amanah, percepatan RUU ini harus menjadi langkah nyata mencegah ketimpangan yang telah berlangsung puluhan tahun. Pemerataan bukan sekadar program, tetapi perintah moral, konstitusional, dan spiritual.