Kebun Sawit Bertambah, Hutan Hilang, Islam Mengingatkan: Jangan Biarkan Rakyat Jadi Korban Kebijakan yang Lalai!

muslimX
By muslimX
5 Min Read

muslimx.id — Ekspansi kebun sawit di Sumatra telah berlangsung bertahun-tahun tanpa kendali. Hutan-hutan lebat yang dulu menjadi benteng ekologis Bukit Barisan kini berubah menjadi petak-petak perkebunan luas. Kawasan resapan air hilang, jalur sungai alami terpotong, dan lereng bukit kehilangan kekuatan penopangnya.

Ketika hutan hilang, tanah tidak lagi mampu menahan air. Dan ketika air tidak tertahan, banjir bandang menjadi ancaman yang tak terhindarkan. Inilah wajah kebijakan yang abai: sawit bertambah, hutan hilang, dan pada akhirnya rakyatlah yang menanggung akibatnya.

Bahan Bakar Bencana: Hulu Rusak, Hilir Tertimpa

Banjir besar yang menghantam Tapanuli, Aceh, dan Sumatera Barat bukanlah banjir biasa. Arus deras membawa gelondongan kayu, batu, dan lumpur tanda jelas bahwa kerusakan terjadi di hulu, bukan sekadar di hilir tempat masyarakat tinggal.

Kawasan hulu yang dulu menjadi benteng alami kini terpecah-pecah akibat: pembukaan kebun sawit, jalan industri yang memotong bukit, pembebasan lahan skala besar, dan sistem drainase perkebunan yang mengacaukan jalur air.

Ketika musim hujan tiba, semua kerusakan itu bekerja seperti bom waktu yang meledak tepat di atas desa-desa. Banjir bukan salah hujan. Banjir adalah akibat dari hutan yang hilang dan hilangnya hutan adalah hasil dari kebijakan yang membiarkan ekspansi sawit tanpa batas.

Lebih dari 600 warga meninggal dan ratusan lainnya hilang, sebagian besar tinggal di wilayah yang berbatasan langsung dengan perkebunan besar atau konsesi industri.

Namun pemerintah pusat belum juga meninjau ulang izin-izin sawit yang terbukti berkontribusi terhadap kerusakan tersebut. Tidak ada moratorium baru, audit besar, pengetatan tata ruang. Rakyat mati, tetapi kebijakan tetap diam.

Partai X: Derita yang Tidak Dilihat Menjadi Derita yang Diabaikan

Minimnya liputan nasional membuat tragedi ekologis di Sumatra nyaris tak terdengar. Televisi lebih sibuk menayangkan hiburan dibanding laporan langsung dari lokasi bencana.

Ketika derita tidak terlihat, derita sering kali diabaikan. Dan ketika derita diabaikan, kebijakan tidak pernah berubah.

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, mengingatkan kembali tugas negara:

“Tugas negara itu tiga: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Tapi di Sumatra, kita melihat rakyat dihantam banjir, sementara izin sawit tidak pernah ditinjau ulang.”

Rinto menegaskan bahwa negara gagal menjalankan amanahnya jika terus membiarkan kebijakan yang memperparah kerusakan lingkungan.

“Tidak boleh ada investasi berdiri di atas penderitaan rakyat. Tidak boleh ada kebijakan yang membiarkan sawit bertambah, hutan hilang, dan rakyat mati.”

Pandangan Islam: Kerusakan di Darat dan Laut Adalah Akibat Perbuatan Manusia

Islam dengan tegas memperingatkan bahwa kerusakan alam adalah akibat dari kelalaian manusia.

Allah SWT berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia…” (QS. Ar-Rum: 41)

Kerusakan hutan adalah bentuk nyata dari ayat tersebut. Ketika hutan ditebang demi kepentingan ekonomi jangka pendek, maka bencana akan kembali kepada manusia.

Rasulullah ﷺ juga bersabda:

“Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan orang lain.” (HR. Ibnu Majah)

Membiarkan kebijakan yang merusak hutan sama saja dengan membiarkan rakyat berada dalam bahaya. Negara wajib mencegah kerusakan, bukan memeliharanya.

Solusi Partai X: Mengubah Kebijakan, Menyelamatkan Rakyat

Untuk memutus siklus sawit deforestasi banjir, Partai X mengusulkan langkah konkret:

  1. Audit total seluruh perkebunan sawit di hulu DAS. Perkebunan yang membuka kawasan lindung harus dicabut izinnya.
  2. Moratorium ekspansi sawit di Bukit Barisan. Tidak ada izin baru di kawasan rawan bencana dan resapan air.
  3. Status Bencana Nasional untuk bencana ekologis besar. Agar pemerintah pusat dapat mengambil alih koordinasi cepat.
  4. Restorasi ekologi berbasis riset. Rehabilitasi hutan harus memakai tanaman endemik, bukan sekadar reboisasi seremonial.
  5. Transparansi penuh data tata ruang dan perizinan sawit. Publik harus tahu siapa yang membuka hutan dan bagaimana dampaknya.
  6. Penataan ulang tata ruang Sumatra berbasis mitigasi bencana. Hulu menjadi kawasan lindung permanen, tidak bisa dinegosiasikan.

Penutup: Hutan Hilang Karena Kebijakan, Banjir Datang Karena Pembiaran

Banjir di Sumatra bukan sekadar tragedi alam ini adalah buah dari keputusan yang mengabaikan keseimbangan ekologis. Selama sawit terus bertambah tanpa kendali, hutan akan terus hilang. Selama hutan hilang, rakyat akan terus menjadi korban.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58)

Amanah itu termasuk menjaga alam dan melindungi rakyat dari bencana yang dapat dicegah. Partai X menegaskan bahwa negara harus kembali menjalankan tugas utamanya: melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur dengan bijak, bukan membiarkan lahan dikuasai tanpa batas.

Share This Article