muslimx.id – Kematian tragis Abral Wandikbo, warga Papua Pegunungan yang ditemukan dengan wajah rusak, tangan terikat, dan kaki melepuh, menggugah kembali luka lama atas pendekatan kekuasaan yang mengabaikan nilai kemanusiaan. Sementara narasi resmi menyebutkan ia terjatuh saat melarikan diri, kondisi jasad Abral memunculkan pertanyaan besar: siapa yang akan bertanggung jawab atas nyawa yang hilang tanpa proses hukum?
Dalam menyikapi kasus ini, Partai X menekankan bahwa negara tidak boleh berdiri di atas narasi ganda. Setiap nyawa manusia termasuk Abral adalah amanah yang tak boleh dihilangkan sembarangan, apalagi dalam bayang-bayang konflik bersenjata dan labelisasi.
“Barangsiapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain atau membuat kerusakan di muka bumi maka seakan-akan dia telah membunuh seluruh manusia.” (QS. Al-Ma’idah: 32)
Partai X: Nyawa Rakyat Tak Boleh Jadi Korban Kekuasaan
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menegaskan bahwa tragedi seperti ini adalah peringatan keras terhadap negara agar tidak menggunakan pendekatan kekerasan untuk menyelesaikan konflik. Negara tidak berhak mencabut nyawa siapa pun tanpa proses hukum yang adil.
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa Allah lalai terhadap apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim…” (QS. Ibrahim: 42)
Menurutnya, ketika negara lebih sibuk menciptakan pembenaran daripada membuktikan kebenaran, maka kepercayaan publik akan mati bersama hilangnya rasa aman warga negara.
Solusi Partai X: Keadilan Bukan Retorika, Tapi Jalan Menuju Keberkahan Negeri
Dalam semangat keadilan yang diajarkan Islam, Partai X menawarkan solusi konkret untuk menghentikan siklus kekerasan di Papua:
- Bentuk Komisi Keadilan Ad Hoc yang Independen
Untuk mengungkap kasus kematian Abral dan pelanggaran HAM lainnya secara transparan dan terbuka, melibatkan tokoh agama dan masyarakat sipil. - Reformasi Aparat Keamanan dengan Etika Qur’ani
Pasukan keamanan harus dilatih tidak hanya dalam hal teknis, tapi juga nilai keadilan, rahmah, dan amanah, sebagaimana diajarkan Nabi ﷺ. - Kembalikan Fungsi Negara Sebagai Pelayan, Bukan Penguasa
Dalam Islam, pemimpin adalah khadim al-ummah pelayan umat, bukan pemilik kekuasaan absolut. - Revitalisasi Pendidikan Moral bagi Prajurit dan Pejabat
Negara harus menyiapkan generasi penegak keadilan lewat Sekolah Negarawan dan pendidikan integritas, bukan sekadar loyalitas.
Negara Adalah Amanah, Bukan Alat Penindasan
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Rinto menutup seruannya dengan mengingatkan pemerintah bahwa rakyat Papua adalah bagian sah dari bangsa ini. Negara tidak boleh bersembunyi di balik narasi aparat saat darah rakyat telah tumpah.
“Keadilan adalah tiang negara. Jika tiangnya runtuh karena kebohongan, maka negara hanya menjadi reruntuhan kekuasaan.” ucap Rinto.