muslimx.id — Pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, dalam acara Malam Apresiasi Wajib Pajak 2025, kembali menggugah sorotan publik. Ia menegaskan bahwa tidak boleh ada lagi yang bersembunyi di balik kekuasaan untuk menghindari pajak. Namun, bagi Partai X, sindiran itu justru terasa tidak menyentuh akar persoalan: banyak pelanggar besar justru berasal dari lingkar kekuasaan itu sendiri.
“Celakalah orang-orang yang curang.” (QS. Al-Muthaffifin: 1)
Dalam tafsir, ayat ini ditujukan pada siapa saja yang mengambil hak orang lain dengan mengurangi kewajiban termasuk para pengemplang pajak negara, terutama mereka yang memiliki kekuasaan tapi bersembunyi dari tanggung jawab sosial.
Sindiran Tak Cukup, Bongkar Pelanggar Berdasi
Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, menyebut bahwa persoalan utama bukan pada wajib pajak kecil, melainkan pejabat lama dan penguasa yang punya kuasa serta akses terhadap hukum dan perizinan.
“Yang dipajaki keras justru rakyat kecil. Tapi yang pasang reklame gelap dan bangun proyek tanpa pajak, malah dibiarkan,” ujar Rinto.
“Sesungguhnya manusia yang paling keras azabnya di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim.” (HR. Ahmad, Tirmidzi)
Prinsip Islam: Keadilan Fiskal Bukan Sekadar Pemasukan, Tapi Amanah
Partai X menegaskan bahwa dalam Islam, setiap pemungutan wajib, seperti zakat dan pajak negara (kharaj, jizyah), harus dibarengi dengan prinsip keadilan, keterbukaan, dan kemanfaatan untuk rakyat. Pemimpin yang mengambil pajak tapi menyalahgunakannya, atau menutup mata pada pelanggaran besar, telah mengkhianati amanah kepemimpinan.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kalian menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (QS. An-Nisa’: 58)
Penutup: Negara Boleh Menagih, Tapi Wajib Menjawab
Partai X menegaskan bahwa Islam melarang ketidakadilan dalam pungutan, dan menjadikan keadilan fiskal sebagai bagian dari tauhid sosial. Bila negara ingin menagih, ia juga harus menjawab: ke mana pajak rakyat dibelanjakan? Siapa yang selama ini dilindungi, dan siapa yang dikorbankan?
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil…” (QS. Al-Baqarah: 188)
Rinto menutup, “Kalau pajak dipakai untuk kekuasaan, bukan kesejahteraan, maka rakyat bukan hanya berhak bertanya mereka berhak menolak. Pajak dalam Islam adalah amanah, bukan dalih kekuasaan.”