muslimx.id — Pemerintah melalui Kepala BKN mengumumkan bahwa proses pengangkatan CPNS 2024 telah rampung hingga 98 persen. Publik mungkin memandang ini sebagai kabar baik. Tapi Partai X menyoroti sisi lain yang lebih menyakitkan: nasib guru honorer yang sudah belasan tahun mengabdi tapi tetap tak diangkat. Satu ironi dalam sistem birokrasi yang mengklaim adil, tapi sering melupakan mereka yang paling berjasa.
Sudut Pandang Islam
Dalam sudut pandang Islam, hal ini bukan sekadar masalah administratif, tapi masalah moral dan keadilan sosial yang mendalam. Ketika negara lebih cepat mengangkat ASN baru yang lulus tes, namun mengabaikan guru honorer yang sudah bertahun-tahun mengajar dalam kondisi minim, maka negara tengah membiarkan pengabdian dibayar dengan pengabaian.
Rasulullah SAW bersabda:
“Berikan amanah kepada yang berhak menerimanya. Dan jika kalian menetapkan hukum di antara manusia, maka tetapkanlah dengan adil.” (QS. An-Nisa: 58)
Guru honorer bukan hanya pengajar, mereka adalah penjaga ilmu dan moral generasi bangsa. Mereka bekerja dengan gaji yang jauh dari layak, tanpa jaminan, tapi tetap hadir tiap hari di ruang kelas. Jika negara hanya mengangkat ASN berdasarkan tes sesaat, tanpa mempertimbangkan rekam jejak pengabdian, maka itu bukan meritokrasi, itu hanya proseduralisme kosong.
Islam sangat menghargai amal dan pengorbanan jangka panjang. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menyebut:
“Apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS. Az-Zumar: 9)
Ini bukan hanya soal ilmu, tapi juga pengalaman. Guru honorer yang bertahun-tahun mengajar di desa terpencil, dengan segala keterbatasan, tentu membawa nilai pengabdian yang tak bisa dibandingkan dengan peserta tes baru. Negara wajib menyusun sistem yang menyeimbangkan antara kompetensi dan loyalitas pengabdian. Islam memandang ini sebagai bagian dari ‘adl (keadilan) dan ihsan (kebaikan sosial).
Negara dalam pandangan Islam adalah pelayan umat. Umar bin Khattab pernah berkata:
“Andai ada seekor keledai mati di tepi Sungai Efrat karena kelaparan, niscaya Umar akan dimintai pertanggungjawaban.”
Maka jika ada guru honorer yang sakit, kelelahan, atau meninggal dunia sebelum diangkat karena digantung harapan bertahun-tahun, pemerintahan hari ini tidak bisa lari dari tanggung jawab moralnya.
ASN bukan semata gelar dan NIP, tapi wujud dari pengabdian kepada umat. Kalau ASN dipilih tanpa mempertimbangkan keadilan sosial, maka sistem itu cacat secara nilai, meski sah secara aturan.
Solusi yang Sejalan dengan Prinsip Islam
Apa yang ditawarkan Partai X, seperti pembentukan Dewan Keadilan ASN, sistem afirmatif bagi guru honorer, dan penilaian berbasis pengalaman, sejalan dengan prinsip Islam. Negara harus:
- Memberikan jalur khusus berbasis pengabdian bagi guru honorer, bukan hanya jalur administratif murni.
- Membuka audit publik terhadap data guru honorer yang tidak terangkat, agar transparan dan adil.
- Menghapus diskriminasi berbasis usia dan wilayah dalam proses seleksi ASN.
Islam memandang keadilan bukan dimulai dari meja sidang, tapi dari niat menempatkan hak pada tempatnya. Guru honorer tidak butuh belas kasihan, mereka butuh pengakuan dan perlindungan.
Kesimpulan
Selama ratusan ribu guru honorer masih hidup dalam ketidakpastian, maka negara belum bisa mengaku telah adil. Islam menolak sistem yang hanya memuliakan mereka yang lolos ujian satu kali, tapi menelantarkan mereka yang telah lolos dari ujian hidup bertahun-tahun.
“Barang siapa tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, negara yang tidak menyayangi para pengabdi ilmu, pada akhirnya akan kehilangan berkah dari kekuasaan yang diembannya.