muslimx.id – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menuai sorotan setelah pernyataannya kepada generasi muda agar tidak hidup dengan utang dianggap paradoksal. Sebab, di sisi lain, pemerintah yang ia pimpin justru tetap membuka ruang penambahan utang negara, meski disebut “tidak signifikan” dan “fleksibel”. Kontradiksi ini menimbulkan ironi: rakyat dilarang berutang, sementara negara terus bergantung pada utang untuk menjaga keberlangsungan fiskal.
Beban Utang = Beban Generasi Muda
Utang negara sering diklaim aman karena rasio terhadap PDB masih terkendali. Namun, dalam kenyataan, utang tidak hilang begitu saja. Ia diwariskan antar generasi. Setiap rupiah utang hari ini berarti beban yang akan dipikul anak muda di masa depan, baik melalui pajak yang lebih tinggi, subsidi yang dipangkas, maupun keterbatasan anggaran pendidikan dan kesehatan.
Paradoks ini memunculkan pertanyaan moral: apakah nasihat Menkeu Purbaya sungguh mendidik generasi muda, atau sekadar retorika yang tidak selaras dengan praktik kebijakan fiskal?
Islam Ingatkan Kepada Purbaya Utang Berat Pertanggungjawabannya
Dalam Islam, utang adalah perkara serius. Rasulullah SAW bersabda:
“Jiwa seorang mukmin tergantung pada utangnya hingga dilunasi.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menunjukkan bahwa utang adalah beban berat, bukan hanya bagi individu, tetapi juga bagi sebuah bangsa. Mengumbar utang tanpa kehati-hatian berarti meninggalkan beban yang menjerat generasi berikutnya.
Al-Qur’an juga menekankan agar amanah, termasuk pengelolaan harta publik, dijalankan dengan adil:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)
Mengelola fiskal negara dengan utang berlebih, sementara rakyat dipaksa menanggung cicilan, jelas bertentangan dengan amanah keadilan.
Pemimpin Harus Jadi Teladan
Rasulullah SAW mengingatkan:
“Pemimpin adalah penggembala, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, jika negara menasihati generasi muda untuk tidak berutang, maka pemerintah harus memberi teladan dengan disiplin fiskal, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri maupun dalam negeri. Jika tidak, pesan moral kehilangan legitimasi dan kepercayaan rakyat bisa runtuh.
Ironi ini menegaskan pentingnya konsistensi antara kata dan tindakan. Utang negara bukan sekadar angka dalam APBN, tetapi beban nyata yang diwariskan kepada generasi muda. Islam mengingatkan agar pemimpin tidak mewariskan derita melalui utang, melainkan kesejahteraan yang adil bagi semua.