Pembatasan Praperadilan Masalah, Islam Ingatkan: Negara Wajib Menjaga Hak Warga dari Ketidakadilan!

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id  – Pengamat hukum pidana Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, menilai KUHAP baru masih menyimpan persoalan krusial. Ia menyebut kewenangan aparat penegak hukum bertambah, tetapi ruang praperadilan justru makin menyempit.

Menurut Hudi, praperadilan kini hanya menyentuh aspek formal dan administratif tanpa ruang untuk menilai substansi tindakan aparat. Pembatasan ini dinilai melemahkan kontrol publik dan membuka peluang penyalahgunaan kewenangan. Karena itu, revisi dianggap mendesak agar sistem peradilan pidana selaras dengan prinsip keadilan dan harapan publik.

Sikap Partai X: Negara Wajib Melindungi Warga

Anggota Majelis Tinggi Partai X, Rinto Setiyawan, kembali mengingatkan prinsip dasar negara melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat secara adil.

Rinto menilai pembatasan praperadilan tidak sejalan dengan prinsip Negara untuk Rakyat. Aturan ini justru dapat mengurangi rasa aman warga di hadapan aparat penegak hukum.

Menurutnya, keadilan harus menjadi pondasi dalam setiap regulasi hukum. Negara tidak boleh membiarkan kewenangan aparat berjalan tanpa mekanisme pengawasan yang memadai.

Partai X menegaskan bahwa: Keadilan harus bersifat inklusif dan melindungi seluruh warga. Setiap regulasi hukum wajib memastikan rakyat tidak dirugikan oleh kewenangan negara. Prinsip Transparansi dan Anti-Korupsi membutuhkan mekanisme kontrol yang kuat terhadap tindakan aparat.

Karena itu, praperadilan sebagai alat kontrol publik tidak boleh dilemahkan. Sistem hukum harus modern, inovatif, dan menjamin perlindungan hak warga.

Pandangan Islam: Pengawasan Kekuasaan Adalah Kewajiban dan Hak Rakyat

Islam memandang kekuasaan sebagai amanah yang harus diawasi. Pembatasan mekanisme seperti praperadilan sangat berpotensi melemahkan penjagaan terhadap keadilan. Beberapa prinsip penting:

Allah berfirman dalam QS An-Nisa: 135:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian penegak keadilan…”

Ayat ini menegaskan bahwa keadilan membutuhkan mekanisme kontrol yang kuat terhadap kekuasaan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ini mencakup aparat penegak hukum yang diberi otoritas untuk membatasi kebebasan warga.

Kaidah fikih menyatakan: “Zalim harus dihilangkan.” Pembatasan praperadilan yang menutup pintu pengawasan substantif berpotensi menimbulkan kezaliman karena itu harus ditinjau ulang.

Hak warga untuk mendapatkan keadilan adalah bagian dan maqasid syariah. Islam menjaga lima aspek utama, salah satunya adalah hifzh an-nafs (melindungi diri) dan hifzh al-‘irdh (menjaga kehormatan). Melemahkan praperadilan berarti mempersempit perlindungan terhadap dua hal ini.

Desakan Solutif Partai X untuk Pemerintah

Partai X meminta pemerintah:

  1. Mengevaluasi pembatasan praperadilan secara komprehensif, melibatkan akademisi, masyarakat sipil, dan pakar hukum.
  2. Melakukan revisi regulasi yang memperkuat akses warga pada keadilan.
  3. Melindungi publik dalam penegakan hukum, bukan mempersempit hak mereka.
  4. Memperketat pengawasan aparat agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.

Penutup: Keadilan adalah Cahaya Menjaga Manusia 

Pembatasan praperadilan bukan hanya isu hukum, tetapi ujian amanah bagi negara. Dalam Islam, kekuasaan hanya sah bila dijalankan dengan keadilan dan transparansi. Negara yang menjaga rakyatnya adalah negara yang diberkahi.

Keadilan bukan sekadar aturan, tetapi cahaya yang menjaga manusia dari kezaliman. Negara wajib memastikan hak warga tidak dikurangi, dan setiap kekuasaan tetap dalam batas syariah dan konstitusi.

Partai X menegaskan bahwa negara demokratis hanya dapat berdiri tegak bila hak warga dijaga dengan kuat. Pembatasan praperadilan harus ditinjau ulang untuk mencegah ketidakadilan di masa depan.

Share This Article