muslimx.id – Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto menyatakan bahwa pelepasan kawasan hutan seluas 1,6 juta hektare dilakukan untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. Menurut Hadi, kebijakan tersebut merupakan bagian dari penataan ruang akibat pemekaran wilayah, bukan pemberian konsesi kepada korporasi besar.
Ia menegaskan bahwa ribuan warga tidak boleh terus-menerus dianggap tinggal secara ilegal, sementara kawasan tersebut telah puluhan tahun menjadi tempat pemukiman dan aktivitas sosial masyarakat.
Hadi menjelaskan bahwa pelepasan kawasan itu berlandaskan dua SK Menteri Kehutanan tahun 2014, yang mengatur perubahan status hutan menjadi nonhutan untuk mendukung tata ruang daerah. Kebijakan tersebut juga mengakomodasi usulan pemerintah daerah, bupati, wali kota, dan aspirasi masyarakat terkait kebutuhan ruang yang lebih pasti dan tertata.
Fungsi Sosial Kawasan yang Dilepas
Lampiran SK menunjukkan bahwa wilayah yang dilepas diperuntukkan bagi pemukiman rakyat serta fasilitas publik seperti sekolah, rumah ibadah, dan rumah sakit.
Hadi menyebut bahwa lahan yang dilepaskan mayoritas telah digarap turun-temurun dan menjadi basis kehidupan warga. Ia membantah klaim bahwa pelepasan tersebut merupakan bentuk penyerahan lahan kepada perusahaan sawit atau kelompok korporasi lainnya.
Pandangan Islam: Kepastian Hukum Harus Adil dan Tidak Merusak
Dalam perspektif Islam, kepastian hukum tidak boleh menyingkirkan keadilan ekologis dan keberlanjutan lingkungan. Al-Qur’an menegaskan:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.” (QS. Al-A’raf: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa kebijakan tata ruang harus menjaga keseimbangan alam, bukan merusaknya. Kepastian hukum tidak boleh menjadi pembenaran atas praktik yang merugikan bumi dan kehidupan masyarakat.
Islam juga menuntut pemimpin memastikan keadilan bagi rakyat:
“Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat dengan-Nya adalah pemimpin yang adil.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menjadi peringatan moral bahwa kebijakan ruang termasuk pelepasan kawasan hutan harus berorientasi pada kemaslahatan publik, bukan kepentingan segelintir pihak.
Prinsip Keadilan Ruang dalam Ajaran Islam
Prinsip keadilan dalam tata ruang mengharuskan negara memberikan kepastian bagi rakyat tanpa mengabaikan amanah ekologis. Pembangunan harus memenuhi tiga tuntunan:
- Kemaslahatan manusia (mashlahah), memastikan warga memiliki ruang hidup yang layak.
- Keberlanjutan lingkungan (hifz al-bi’ah), menjaga keberlanjutan ekosistem untuk generasi mendatang.
- Keadilan publik (‘adl) menghindari dominasi kekuasaan atau korporasi dalam penguasaan lahan.
Islam menekankan keseimbangan ini agar kebijakan tidak merusak tatanan sosial maupun ekologis.
Penutup: Kepastian Hukum Tidak Boleh Mengabaikan Keadilan
Kebijakan pelepasan kawasan hutan harus menghadirkan kepastian yang adil bagi rakyat sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Islam mengingatkan bahwa keadilan adalah fondasi peradaban, sementara kerusakan ekologis adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah bumi. Negara dituntut memastikan tata ruang yang transparan, proporsional, dan berpihak pada kemaslahatan bersama agar pembangunan tidak hanya memudahkan hidup hari ini, tetapi juga menyelamatkan masa depan bangsa.