Devisa Negara Melayang,  Islam Ingatkan: Energi Bukan Komoditas untuk Diperjualbelikan

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkap fakta mencengangkan: setiap tahun, Indonesia kehilangan devisa negara sebesar Rp776 triliun akibat impor bahan bakar minyak (BBM). Produksi minyak nasional hanya mencapai 212 juta barel per tahun, jauh dibawah kebutuhan yang memaksa impor hingga 330 juta barel sebagian besar berupa BBM jadi.

“Ini tantangan besar karena setiap tahun devisa kita tersedot hanya untuk impor BBM,” ujar Bahlil dalam Indonesia International Sustainability Forum.

Padahal, di era 1990-an Indonesia masih menjadi eksportir minyak sekaligus anggota OPEC. Kini, negeri yang dulu kaya sumber daya alam itu justru bergantung pada negara lain untuk memenuhi kebutuhan energinya sendiri.

Kemandirian yang dulu menjadi kebanggaan bangsa kini tergadai oleh ketergantungan impor.

Islam Ingatkan: Ketergantungan Adalah Awal dari Kelemahan

Dalam pandangan Islam, ketergantungan ekonomi pada pihak asing adalah bentuk kelemahan yang menggerogoti martabat umat. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa [4]: 141:

“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.”

Ayat ini bukan hanya berbicara soal kekuasaan politik, tapi juga dominasi ekonomi dan sumber daya. Ketika energi sumber kehidupan dan peradaban dikendalikan oleh impor dan rente global, maka bangsa kehilangan kemerdekaan sejatinya.

Rasulullah ﷺ juga mengingatkan dalam HR. Muslim (1731):

“Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.”

Maknanya jelas umat Islam harus menjadi penghasil, bukan hanya pembeli. Negara yang terus bergantung pada impor BBM ibarat tangan di bawah selalu menunggu, memohon, dan tak pernah berdaulat atas kekayaan yang dimilikinya sendiri.

Impor BBM Adalah Cermin Lemahnya Amanah Pengelolaan Energi

Menanggapi hal itu, Anggota Majelis Tinggi Partai X Rinto Setiyawan menilai bahwa kebijakan impor BBM bukan solusi, melainkan beban struktural yang merugikan bangsa.

“Tugas negara itu tiga loh melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat. Kalau energi diserahkan ke impor, negara justru kehilangan kendali,” tegas Rinto.

Menurutnya, impor BBM tidak hanya menguras devisa, tapi juga menciptakan ketergantungan ekonomi dan risiko fiskal yang tinggi.

“Selama kita hanya jadi pembeli di pasar global, maka harga dan nasib energi nasional akan ditentukan negara lain,” ujarnya.

Rinto menilai pemerintah seharusnya menempatkan kemandirian energi sebagai prioritas utama, bukan sekadar menambal defisit produksi dengan impor jangka pendek.

Solusi Islam: Kemandirian Energi Dimulai dari Amanah dan Keadilan

Islam menawarkan solusi nyata yang berpijak pada prinsip keadilan, amanah, dan keberlanjutan:

  1. Bangun Kilang dan Teknologi Nasional
    Islam mendorong umat untuk menguasai ilmu dan teknologi.
  2. Kembangkan Energi Terbarukan Berbasis Kemaslahatan
    Prinsip syariah menekankan maslahah mursalah inovasi energi harus ramah lingkungan dan berkeadilan sosial.
  3. Kelola Sumber Daya Secara Amanah dan Transparan
    Setiap kebijakan energi harus disertai tanggung jawab moral dan kejujuran pengelolaan.
  4. Perkuat Kemandirian Umat melalui Sinergi Ekonomi Syariah
    Dana umat, zakat, dan wakaf produktif dapat diarahkan ke proyek energi berkeadilan yang mengurangi ketergantungan impor.

Penutup: Energi Tanpa Iman Hanya Akan Menjadi Kutukan

Islam menegaskan bahwa sumber daya alam adalah nikmat sekaligus ujian. Jika dikelola dengan iman dan tanggung jawab, ia menjadi berkah. Namun jika dikuasai dengan serakah dan abai, ia menjadi sumber bencana sosial dan moral.

Maka, impor BBM bukan hanya soal devisa yang hilang, tetapi tentang hilangnya rasa syukur dan kemandirian bangsa. Islam mengingatkan energi bukan sekadar bahan bakar bagi mesin, tetapi bahan bakar bagi martabat umat.

Dan selama umat tidak kembali kepada amanah dan iman, kedaulatan energi hanyalah angan diatas laporan.

Share This Article