muslimx.id — Pemerintah resmi melegalkan pelaksanaan umrah mandiri melalui Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025. Aturan ini memungkinkan calon jemaah berangkat sendiri tanpa melalui biro perjalanan atau PPIU (Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah).
Kebijakan ini sejalan dengan langkah Arab Saudi yang kini membuka akses visa umrah individu bagi umat Islam di seluruh dunia. Wakil Menteri Haji dan Umrah, Dahnil Anzar Simanjuntak, menjelaskan bahwa regulasi baru ini bertujuan melindungi jemaah mandiri dari risiko penipuan dan memberikan kebebasan lebih luas untuk beribadah.
Namun, sebagian pihak menilai legalisasi ini belum sepenuhnya menyentuh persoalan utama umat, yaitu biaya tinggi, birokrasi rumit, dan kurangnya perlindungan di lapangan.
Partai X: Rakyat Butuh Akses, Bukan Regulasi Tambahan
Menanggapi kebijakan tersebut, Anggota Majelis Tinggi Partai X, Prayogi R. Saputra, menegaskan bahwa negara harus berpihak pada rakyat, bukan pada sistem yang berbelit.
“Tugas negara itu tiga melindungi rakyat, melayani rakyat, dan mengatur rakyat,” ujarnya tegas.
Menurutnya, semangat umroh mandiri seharusnya dimaknai sebagai bentuk kemerdekaan beribadah, bukan ladang baru untuk pungutan atau izin tambahan.
“Yang dibutuhkan rakyat bukan form baru, tapi jalan yang lebih mudah menuju tanah suci,” lanjutnya.
Partai X menilai, banyak calon jemaah kecil yang terhambat karena sistem dan biaya yang rumit. Regulasi yang terlalu ketat justru bisa menghalangi niat ibadah umat, padahal tujuan negara seharusnya adalah memudahkan, bukan mempersulit.
Pandangan Islam: Ibadah Harus Dimudahkan, Bukan Diperjualbelikan
Dalam Islam, beribadah kepada Allah adalah hak dasar setiap hamba, bukan fasilitas yang bergantung pada izin birokrasi. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Permudahlah urusan (orang lain) dan jangan dipersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari (dari agama).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ayat Al-Qur’an juga menegaskan:
“Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya [21]: 107)
Spirit rahmat ini berarti bahwa setiap kebijakan keagamaan harus membuka ruang kemudahan, bukan menciptakan tembok administrasi yang menakutkan.
Jika biaya, izin, dan sistem menjadi penghalang bagi rakyat untuk berangkat umrah, maka sejatinya kebijakan itu telah menjauhkan umat dari rumah Allah sesuatu yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.
Solusi Partai X: Digitalisasi dan Perlindungan Nyata bagi Jemaah
Partai X mendorong agar pemerintah tidak hanya berhenti pada legalisasi, tetapi membangun sistem yang benar-benar berpihak pada jemaah. Tiga langkah utama yang diajukan:
- Digitalisasi Layanan Ibadah
Pemerintah harus menyediakan portal daring yang memudahkan pengurusan visa, tiket, dan asuransi bagi jemaah mandiri. - Transparansi Biaya
Setiap komponen biaya umroh harus diumumkan secara terbuka agar tidak ada praktik komersialisasi yang merugikan umat. - Pendampingan Jamaah Mandiri
Negara wajib menyediakan pusat bantuan di bandara dan konsulat untuk mendampingi jamaah selama di Tanah Suci.
Penutup: Ibadah Adalah Hak, Bukan Produk Regulasi
Islam menempatkan ibadah sebagai manifestasi kemerdekaan jiwa seorang hamba kepada Tuhannya. Karena itu, negara yang mengaku berpihak pada rakyat harus memastikan bahwa jalan menuju rumah Allah tidak dihalangi oleh tembok birokrasi.
“Dan barangsiapa dimudahkan Allah untuk menuju rumah-Nya, maka itu adalah karunia yang agung.” (QS. Ali Imran [3]: 97, tafsir para ulama)
Partai X menegaskan, legalisasi umrah mandiri harus menjadi simbol kemerdekaan beribadah bukan celah baru bagi pungutan dan izin. Negara boleh mengatur, tapi jangan mempersempit jalan iman rakyatnya. Sebab di hadapan Allah, yang paling tinggi bukan pejabat yang membuat aturan, tapi hamba yang dimudahkan untuk taat.