muslimx.id – Ledakan bom ikan kembali menelan korban jiwa. Kali ini, Jasmawati (43), seorang ibu rumah tangga di Desa Lolisang, Bulukumba, Sulawesi Selatan, tewas mengenaskan akibat bom rakitan yang meledak di rumahnya. Tubuhnya ditemukan dalam keadaan tidak utuh, meninggalkan duka mendalam bagi keluarga dan masyarakat sekitar.
Namun lebih dari sekadar insiden tragis, Partai X menegaskan bahwa peristiwa ini adalah cermin retak dari kegagalan pemerintah dalam melindungi warganya. Laut yang seharusnya menjadi sumber penghidupan, telah menjadi ladang maut bagi rakyat kecil karena tidak adanya keberpihakan pemerintah terhadap nelayan miskin.
Nelayan Kecil, Korban Sistem yang Salah Arah
Akses laut yang dikekang oleh tambang, reklamasi, dan ekspor besar-besaran membuat nelayan kecil harus memilih antara kelaparan atau bahaya.
Dalam Al-Qur’an, Allah SWT mengingatkan:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan…” (QS. Al-Baqarah: 195)
Rakyat yang dipaksa mencari nafkah dengan bom rakitan adalah tanda bahwa sistem telah gagal memenuhi amanat konstitusi maupun nilai ilahi.
Pemerintah Harus Hadir Sebagai Pelindung, Bukan Penonton
Partai X mengingatkan bahwa fungsi pemerintah bukan sekadar menindak pelaku, tapi membongkar akar kebijakan yang menciptakan ketimpangan. Pemerintah harus kembali pada fitrahnya sebagai pelayan rakyat.
“Setiap pemimpin adalah penggembala, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk menghentikan tragedi semacam ini, Partai X menyerukan:
- Reformasi kebijakan kelautan dan pesisir agar pro-nelayan kecil, bukan pro-tambang.
- Program afirmatif untuk perempuan pesisir dan keluarga nelayan, termasuk perlindungan sosial dan akses usaha.
- Penegakan hukum yang adil dan empatik, bukan sekadar represif.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak…” (QS. An-Nisa: 58)
Keadilan bukan hanya janji, tapi harus terwujud dalam bentuk perlindungan konkret terhadap rakyat.
Penutup: Waktunya Mendengar Teriak Sunyi dari Pesisir
Jasmawati hanyalah satu nama di antara banyak yang tak terdengar. Di balik angka statistik, ada air mata, ada nyawa, ada masa depan anak-anak yang kini tanpa ibu.
Jika tragedi ini hanya dianggap sebagai “kesalahan individu”, maka kita telah kehilangan roh bernegara. Saatnya pemerintah bertindak sebagai pelindung sejati, bukan sebagai pengamat pasif dari kehancuran moral, sosial, dan ekologis.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama manusia.” (HR. Ahmad)
Mari bersama menata ulang sistem agar lautan kita menjadi sumber kehidupan, bukan kuburan sunyi bagi rakyat kecil.