muslimx.id – Pemerintah kembali menarik utang negara dalam jumlah besar. Hingga 31 Agustus 2025, Kementerian Keuangan mencatat penarikan utang mencapai Rp463,7 triliun melalui Surat Berharga Negara (SBN), atau setara 59,8 persen dari target APBN 2025. Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengungkapkan realisasi pembiayaan anggaran sudah Rp425,7 triliun atau 69,1 persen dari target. Meskipun pasar menunjukkan optimisme, beban cicilan bunga utang tetap menjadi risiko serius bagi rakyat karena anggaran sosial terancam terpangkas.
Pandangan Islam tentang Utang Negara
Islam menekankan agar utang dikelola dengan penuh kehati-hatian. Rasulullah SAW bersabda:
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga ia melunasinya.” (HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan bahwa utang adalah tanggung jawab berat, bahkan bisa menghambat hisab seseorang di akhirat. Jika pada level individu saja utang begitu serius, apalagi pada skala negara yang bebannya diwariskan kepada jutaan rakyat.
Keadilan dalam Kebijakan Fiskal
Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah kamu menyerahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan…” (QS. An-Nisa: 5)
Ayat ini menjadi peringatan agar harta publik tidak dikelola secara serampangan. Utang negara yang membengkak tanpa manfaat langsung bagi rakyat sama saja membebani kehidupan generasi mendatang. Negara wajib menjaga amanah harta rakyat dengan adil dan bijak, bukan menjadikannya alat memenuhi ambisi proyek atau sekadar menyenangkan pasar global.
Jangan Menjerat Rakyat dengan Derita
Rasulullah SAW juga berdoa agar dilindungi dari beratnya utang, karena utang bisa menjerumuskan pada kebohongan dan pengkhianatan. Beliau bersabda:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dosa dan dari banyaknya utang.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau sering meminta perlindungan dari utang?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya seseorang apabila berutang, jika berbicara ia berdusta, dan jika berjanji ia mengingkari.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadis ini memberi pelajaran bahwa utang yang menumpuk bisa melahirkan ketidakjujuran dan pengkhianatan amanah. Dalam konteks negara, kebijakan utang berlebih berisiko melahirkan janji palsu pembangunan yang justru melahirkan penderitaan rakyat.
Utang sebesar Rp463,7 triliun bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan beban nyata yang ditanggung rakyat lewat pajak dan pemotongan anggaran sosial. Islam menegaskan, negara adalah pelayan rakyat, bukan beban bagi rakyat. Pemerintah wajib memastikan setiap rupiah kebijakan fiskal berpihak pada kesejahteraan, bukan mewariskan lingkaran derita kepada generasi mendatang.