Mungkinkah Menyatukan Pajak dengan Zakat?

muslimX
By muslimX
4 Min Read

muslimx.id – Gagasan untuk menyatukan kewajiban pajak negara dengan kewajiban zakat dalam Islam kembali mencuat ke permukaan. Sejumlah pihak, terutama dari kalangan umat Islam dan akademisi ekonomi syariah, mempertanyakan: apakah mungkin umat Islam cukup membayar zakat saja, tanpa perlu lagi membayar pajak negara?

Isu ini muncul seiring dengan meningkatnya kesadaran berzakat dan kebutuhan akan sistem fiskal yang lebih adil serta sesuai syariat di negara mayoritas Muslim seperti Indonesia.

Pajak dan Zakat: Dua Sistem Kewajiban yang Berbeda

Pajak adalah kewajiban finansial yang dikenakan oleh negara kepada warga negara untuk pembiayaan publik, tanpa imbal balik langsung. Sementara itu, zakat adalah kewajiban ibadah yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk menyucikan harta dan membantu golongan mustahik (penerima zakat).

Dalam Al-Qur’an, zakat disebutkan bersama dengan salat sebagai tiang utama agama. Allah SWT berfirman:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (QS. At-Taubah: 103)

Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah:

“Islam dibangun atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, puasa Ramadan, dan haji bagi yang mampu.”

Namun, sistem negara modern, termasuk Indonesia menerapkan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, tanpa membedakan agama.

Sudut Pandang Islam: Apakah Pajak Bisa Diganti Zakat?

Dalam literatur fikih klasik, zakat bukan pengganti pajak, namun sebaliknya: zakat bersifat tetap, sedangkan pajak (dalam konteks Islam dikenal dengan istilah al-kharaj, al-jizyah, atau al-ushr) bersifat kontekstual dan kebijakan penguasa.

Beberapa ulama kontemporer, seperti Prof. Dr. Yusuf Al-Qaradawi, menyatakan bahwa dalam negara Islam yang sepenuhnya menerapkan syariat Islam dan mengelola zakat dengan baik, zakat bisa dijadikan sistem fiskal utama dan bisa mengurangi kebutuhan pajak bagi umat Islam.

Namun, ini mensyaratkan sistem zakat yang kuat, transparan, dan mampu menggantikan peran pajak dalam membiayai pembangunan nasional, termasuk pertahanan, infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

Realita Indonesia: Bisa Disatukan atau Harus Berdampingan?

Di Indonesia, zakat masih bersifat sukarela sebagai kewajiban agama, sedangkan pajak adalah kewajiban negara yang mengikat semua warga. Bahkan, UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat tidak menggugurkan kewajiban pajak, walau terdapat skema pengurangan pajak bagi yang berzakat melalui lembaga resmi.

Artinya, dalam kerangka hukum saat ini, zakat dan pajak berjalan berdampingan, bukan saling menggantikan.

Meski demikian, wacana integrasi sistem pajak dan zakat masih terus dikaji oleh para ekonom Islam dan pembuat kebijakan. Harapannya, ke depan akan lahir sistem fiskal hybrid yang memungkinkan masyarakat Muslim menunaikan zakat sebagai bagian dari kewajiban fiskal negara, tanpa menghilangkan asas keadilan bagi seluruh warga negara lintas agama.

Gagasan menyatukan zakat dan pajak tidak sekadar wacana teologis, tapi juga tantangan sistemik. Apakah umat Islam siap menjadikan zakat sebagai kekuatan ekonomi nasional? Dan apakah negara mampu mengelola zakat seefektif pengelolaan pajak?

Seperti kata Umar bin Khattab RA:

“Tidak akan tegak suatu negara tanpa keadilan dan kemakmuran yang merata.”

Share This Article